Drrrttt……Drrrttttt……Drrrtt……
“Kang….”
“Ng?”
“Hp kamu bergetar, tuh…..”
“Iya…..sampe ketiduran. Aku cabut ya?”
“Iya.”
Plop
"Aakkhhh...."
Kucabut senjataku yang telah mengecil dari dalam vagina Rahma. Ku ambil
ponselku yang tergeletak di lantai ruangan kantorku dan ku lihat nama istriku
di sana.
“Halloooohhhh…..Sayanggg…..” ucapku dengan suara yang dibuat lemas. Ku tatap
jam di dinding telah menunjukkan pukul 19.40.
“Sayang, kamu ketiduran?”
“Iyahh….tadi habis ngurusin berkas-berkas untuk laporan bulanan”
“Kasiannnn…..yang semangat yah lemburnya”
“Oke deh cintaku….. eh ada apa kok tumben nelpon. Apa aku udah harus pulang?” tanyaku. Ku perhatikan Rahma yang telah mengenakan kembali jubbah dan jilbab lebarnya yang panjang hingga lututnya. Cadarnya pun telah dikenakan kembali. Dia duduk di mejanya tetapi pandangannya hanya tertuju padaku yang masih telanjang dan sedang duduk di lantai yang dialasi karpet karet.
“Nggak atuh, Kang. Aku mau minta izin, mau nginap di rumah si Ima”
“Untuk?”
“Kan suaminya udah empat hari tugas. Kasian orang lagi hamil empat bulan kok nginap sendiri”
Suami Ina adalah seorang pilot yang jam terbangnya cukup lumayan, karena rute yang biasa ditempuhnya adalah rute regional Asia.
“Oh gitu. Ya udah gak papa. Tapi ke rumah Ima sama sapa?”
“Kan ada Ani di rumah mama. Jam lima tadi dia datang diantar suaminya tapi suaminya juga udah pulang”
“Ohhhh…..”
Ani datang. Berarti liburan kenaikan kelas telah tiba. Hufftttt…..Terkadang aku iri dengan guru PNS. Mereka bisa libur ketika siswanya juga libur. Ku tatap Rahma yang juga menatapku. Entah apa ekspresi yang ditunjukkan mukanya yang tertutup cadar itu. Hanya mata lentiknya yang agak menyipit.
“Ya udah dulu sayang. Yang lemburnya semangat ya? I Love U”
“I Love U too. Hati-hati ya” jawabku sambil menutup telepon.
Aku lalu mengumpulkan satu persatu seragamku yang entah dibuang kemana oleh Rahma setelah pertempuran hebat yang tidak disengaja menurutnya.
Kalian Penasaran dengan Rahma? Semoga Aku ada waktu untuk membuat Thread khusus Rahma, berhubung nama yang bersangkutan bukan ipar tapi teman sekantor. Jadi Rahma hanya pengantar, bukan cerita utama.
Drrtttt….
Notifikasi WA dari Arni.
Yang, aku berangkat dulu sama Riva (nama anak kami). Ani yang bawa motor. Oh ya kalo Akang mau entar nginap di rumah Ima ya?
OK. Ntar aku nyusul
Aku
dudul di samping Rahma. Dia menunduk. Kami terdiam untuk kesekian menit dalam
pikiran masing-masing. Aku yakin pikirannya dipenuhi dengan rasa bersalah atau
berdosa, sedangkan aku sendiri berfikir hampir tidak percaya. Perempuan yang
bercadar ini yang hampir tidak pernah berbicara denganku justru terlibat
pertempuran dahsyat denganku di ruangan bagian kami, di saat yang lain telah
meninggalkan kantor.
Aku beranjak dan berdiri meninggalkan Rahma yang masih sibuk dengan lamunannya.
Ku rapikan berkas-berkas yang sempat berserakan terimbas oleh pertempuran kami.
Ku pakai jaketku lalu ku toleh Rahma.
“Masih mau tinggal?” tanyaku. Rahma menatapku. Terlihat sebening titik di sudut
matanya yang lentik. “Yuk. Aku antar” tawarku lagi sambil menjulurkan tangan.
Perlahan Rahma menyambut tanganku dengan tangannya yang selalu tertutup sarung
tangan hitam, selaras dengan busana serba tertutup yang ia kenakan. Dia berdiri
di hadapanku. Entah ada dorongan apa, tiba-tiba ku dekatkan bibirku dan ku
kecup bibirnya, meskipun cadarnya menghalangi kulit kami.
Cup.
Hanya sebuah kecupan kecil.
Kami meninggalkan ruangan setelah menguncinya. Ku bonceng Rahma pulang ke
rumahnya yang tidak terlalu jauh dari kantorku, lalu menuju ke rumah Ima.
****
“Assalamu alaikum……..”
“Wa alaikum salam…….”
Tiga suara yang berbeda menyambut ucapan salamku sesampianya aku di rumah Ima
yang lebih megah dari rumah sederhanaku. Tampak Ani, Arni dan Ima sedang sibuk
ngerumpi di ruang tengah sambil melihaat Riva dan Faqih yang juga tengah sibuk
bermain. Arni segera bangkit menyalamiku, dan kukecup ringan keningnya dua
kali. Memang kami punya ritual yang semakin menambah kecintaan kami berdua.
Setiap berangkat keluar rumah Arni selalu mengecup ringan keningku dua kali dan
setiap aku tiba aku yang mengecup keningnya dua kali. Setiap dia pergi giliran
aku yang mengecup keningnya dua kali dan setiap di datang dia yang mengecupku
dua kali. Memang sudah kebiasaan. Satu-satunya dari keempat pasangan suami
istri bersaudara ini hanya kami yang melakukannya. Yang lain hanya salim dan
cium tangan saja.
“Eh, Kak Ani Kapan datang?” tanyaku seraya menghempaskan tubuhku ke sofa. Rasa
lelah dan penat karena pekerjaan menjadi berkurang setelah melihat Arni dan
juga tentunya Ani.
“Tadi sore, Kang.” Jawabnya datar. Ku lirik sedikit Ima yang sudah mulai agak
membuncit karena hamil empat bulan. Dia sedang sibuk membaca majalah tentang
kehamilan dan persalinan.
“Trus Papanya Faqih mana?”
“Udah pulang. Malam ini dia masuk shift monitoring jam 11.”
“Ohhh…. Minoritas deh.”
“Sayang udah makan?” Tanya Arni.
“Belom. Tadi gak sempat singgah. Emang ada makanan?”
“Aku gak masak. tadi Cuma makan masakan sisa tadi siang.” Jawab Ima sekedarnya.
Ima adalah iparku satu satunya yang tomboy. Meskipun demikian, kecantikannya
tidak kalan dengan ketiga kakaknya. Aku agak heran juga ketika ku dengar dia
mau menikah karena saking tomboy nya sampai-sampai kusangka dia itu penyuka
sesama jenis. Ternyata aku salah.
“Mending kamu mandi aja dulu, Yang. Pasti kamu penat, Kan?” kata istriku.
“Iya juga sih. Ima, aku mau mandi ya?”
“Di lantai dua aja kang. Kamar mandi di sini mampet semua. Tadi aku udah nelpon
tukang ledeng tapi katanya besok aja.” Jelas Ima.
“Masak lantai dua jadi baru lantai satu mampet?” tanyaku.
“Kan beda saluran atuh, Kang” jawab Ima.
“Ohhh....Ada handuk?” tanyaku.
“Ada di atas” jawab Ima singkat.
Aku segera bergegas ke lantai dua untuk mandi. Rumah Ima dan suaminya tergolong
besar untuk mereka berdua. Terdiri dari dua lantai dengan luas bangunan sekitar
500 m2. Wajarlah, pekerjaan suami juga elit. Di lantai dua ini ada tiga kamar
yang semuanya tidak berpenghuni. Aku masuk ke salah satu kamar untuk melepas pakaianku
dan mandi karena di setiap kamar ini ada kamar mandi.
Aku tinggal memakai handuk saja yang melilit perut bagian bawahku dan segera
masuk ke kamar mandi. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan ku lihat Ani masuk ke
dalam kamar. Matanya menatapku tajam dan seolah tidak bersahabat. Tanpa bicara
dia langsung menarik handukku dan melemparnya ke ranjang menyisakan tubuhku
yang telanjang bulat di depannya. Ani segera berjongkok di depanku tanpa bicara
langsung meraih batangku.
“Kamu nekat, Ni.” Bisikku.
“Biarin”
“kalo ketahuan gimana?”
“Gak bakal. Percaya deh” kemudian Ani segera memasukkan batangku ke mulutnya.
Tetapi tidak sampai sedetik dimuntahkannya lagi.
“Huekkk…..”
“Kenapa, Ni?”
“Batangmu habis masuk memek lagi, Kan?” tanyanya sambil menengadah menatapku
tajam. Eh, tunggu. Ani bilang memek? Sejak kapan dia pintar bicara begitu? Tapi
kok dia tau batangku dua jam yang lalu baru selesai menggarap Rahma padahal
sudah ku cuci dengan sabun?
“Ehhh…Anu….Itu…..”
Aku tergagap. Entah aku harus memberi alasan apa ke Ani. Sepertinya dia
cemburu. Tapi kan miliknya adalah yang kedua setelah milik Arni. Lalu kenapa
dia mesti cemburu?
“Akkhhh……Anii…..”
Tiba-tiba Ani menggigit kepala senjataku dengan gemas dan agak keras. Terang
saja aku sakit. Untungnya tidak sampai teriak.
“Rasain……dasar penjahat”
“Awww…..sakit, Ni…..”
Ani menggigit kepala batangku sambil mencubit batang yang tidak masuk ke
mulutnya.
“Biarin……biar mampus nih kontol sialan” Lalu dengan gemas Ani mencabut sehelai
rambut kemaluanku.
"Akkhhh....Ani....Sakit tau...."
"Bodo amat.....dasar penjahat kelamin, kamu, Kang. Hayo ngaku. Tadi kamu
ngentot siapa?"
Aduh.....ngaku nggak ya? Ah. Aku menjadi dilema.
"Siapa....!!!!"
"Awwwwhhh.....Iya...iya....namanya Rahma"
Ani mencubit batangku dengan gemasnya hingga aku harus mengakui perbuatanku di
kantor.
"Rahma....Siapa, tuh?"
"Temen kantor....."
"Hmmmm.....Kamu tuh ya, Kang. Udah punya istri cantik, ipar cantik, masih
aja ngentotin orang lain. Dasar otak selangkangan....!"
Setelah berkata begitu, Ani kemudian memasukkan lagi senjataku kedalam
mulutnya. Masuk sepenuhnya! Untuk beberapa saat dia mendiamkannya di dalam
mulunya, hingga kemudian dia mulai mengulum dan menyedot batangku dengan tempo
cepat. Nikmatnya tak terperi. Tapi di sela rasa nikmat yang merasukiku, ada
sedikit yang mengganjal di dalam kepalaku, Ani juga sudah pintar ngomong
kontol. Wow. Iparku ini mengalami kemajuan.
“Hegggg…..Gkhhokhh….Srrrlllppphhh.....” perpaduan liur dan batangku dalam
mulutnya. Sesekali dia menatapku dan mengedipkan sebelah matanya lalu kembali
mengulum batangku. Di keluarkannya batangku lalu digenggamnya. Dijilatinya
sekujur batangku lalu dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya yang mungil. Liurnya
meluber membasahi sudut bibirnya dan turun ke dagunya yang mungil dan putih.
Sungguh sebuah pemandangan yang luar biasa.
"Ghassaing...Hammoo Hanngggg....." ujar Ani. Sepertinya dia ingin
mengatakan Rasain kamu Kang.
Aku gemas. Ku jambak rambutnya dan kugerakkan kepalanya. Kedua tangannya
membelai kedua pahaku yang sedikit mengangkang di depan wajahnya. Wow. Ani
memperlakukan batangku dengan luar biasa. Ku lihat ke bawah rupanya salah satu
tangannya kini telah meremas sendiri dadanya. Libidoku semakin meledak. Ingin
rasanya kuhajar selangkangan iparku ini sekarang juga.
“Ssshhhh….Aniiihhhhh….Ohhhhh……”
Racauku hampir tak tertahan. ku gerak-gerakkan pantatku memutar, karena
orgasmeku sepertinya akan segera datang, padahal belum sepuluh menit Ani
mengerjai batangku. Ani semakin semangat mengulum batangku. Malah jari-jarinya
yang lentik menggelitik bijiku dan rasanya sangat nikmat. Ku pejamkan mataku
dan kunikmati setiap hisapan dan sedotan mulutnya. Hampir saja orgasmeku
meledak ketika tiba-tiba Ani melepaskan mulutnya dan bangkit. Dikecupnya ujung
hidungku dengan lembut.
“Sana mandi. Bau kamu” katanya sambil meninggalkanku yang menggantung. Ah,
sial.
………..
Akhh…..Penat yang menumpuk setelah
mandi akhirnya buyar sudah seiring rembesan air yang perlahan menyusut di kamar
mandi. Dan kini aku sadar, satu masalah telah usai, kini muncul masalah baru.
Aku tidak membawa pakaian ganti. Melewati malam dengan pakaian bekas dinas yang
telah penuh dengan berbagai macam tekanan pasti tidak menyenangkan. Apa boleh
buat, aku akan meminjam baju ke Ima saja. Baju kaos dan celana training mungkin
muat. Mungkin, karena ukuran badanku lebih besar dari suami Ima.
Dengan hanya dililit handuk selutut, kupandangi tubuhku di dalam cermin kamar.
Hm, perut yang agak buncit ini memang harus dikecilkan lagi. Ku ambil ponsel di
saku celanaku dan ku kirimkan BBM ke Arni.
Sayang. Pinjemin baju di Ima donk
Agak lama ku menunggu hingga
kemudian ku dengar ketukan di pintu kamar. Ketika ku buka, Arni masuk ke kamar
dan membawakanku baju kaos panjang dengan celana training.
“Nih, Kang. Mudah-mudahan muat”
“Iya. Makasih sayang”
“Sama-sama. Loh…kok nonjol? Si Jagoan bangun ya? Hmmmm….”
“Hehehe….Lihat kamu mah si Jagoan selalu bangun sayang…..”
“Halahh gombal….. giliran aku lagi haid aja ganjennya minta ampun. Nih pake
dulu bajunya, trus kamu beliin kita makanan yah? Si Ima mau makan bakso ama
martabak”
“Hellohh….itu makan atau apa? Kok brutal banget?”
“Namanya juga hamil, sayang. Waktu aku hamil gara-gara ini kan aku juga
makannya kalap” Kata Arni sambil menggenggam senjataku. Ah, si Jagoan bagun
lagi. Arni memang tidak pernah membuat gairahku padam. Sayang sekali dia haid.
Seandainya tidak, aku akan menggarapnya hingga dia teriak-teriak yang membuat
saudaranya melojotan sendiri. Arni memang susah mengontrol suaranya setiap kami
bercinta. Kadan ia menjerit kadan ia berteriak, itulah sebabnya dia kadang
menggigit pinggiran bantal bila dia sudah dikuasai kenikmatannya. Ah, sudahlah.
Cerita tentang Arni cukup di sini saja. Aku tidak mau kalian membayangkan
istriku.
Aku turun ke bawah dan duduk di sofa sambil menatap istriku dan kedua iparku
bercerita tentang apa saja yang ingin mereka ceritakan. Ani sedang membelai
Faqih yang sudah tertidur di karpet lembut, dan Ani sedang memangku anak kami
Riva. Sedangkan Ima duduk bersila sambil sesekali membelai perutnya yang sudah
agak membuncit. Hanya Ima yang mengenakan jilbab. Ima memang belakangan ini
sering mengikuti kegiatan di Organisasi Arni hingga ia kini mulai konsisten
mengenakan jilbab dan semakin hari jilbabnya semakin panjang. Ani memang dari
dulu terkenal agak liberal. Dia baru mengenakan jilbab bila keluar rumah atau
pergi mengajar.
Baru saja aku mendudukkan pantatku, Ima datang dan menyodorkan beberapa uang.
“Kang, minta tolong beliin bakso, ya?”
Ku ambil uang itu. Dan menyanggupinya.
“Ama martabak juga. Kalian mau apa?” lanjut si Ima. Satu persatu pesanan mulai
meluncur dari mulut Ani dan Arni hingga aku bingung saking banyaknya. Mereka
ini perempuan tapi pesen makanannya banyak sekali.
“Banyak banget. Gimana mau dibawa di motor?” protesku.
“Yang… ayo temenin aku donk….” Pintaku ke Arni, meskipun ku tahu itu mustahil
karena Arni sedang memangku Riva yang sedang pulas. Sekali saja Riva terbangun,
akan sudah baginya untuk tidur lagi.
“Sama kak Ani aja, sayang. Biar aku yang jagain Faqih.” Kata Arni. Ku lirik Ani
yang sedang membelai Faqih. Ani melirikku sekilas, dan aku rasa ada yang aneh
dalam lirikannya. Segaris senyum yang sangat misterius mengembang di bibir
mungilnya.
“Gimana, kak?” Tanya Ima ke Ani. Ani menghela nafas.
“Hhhh…iya, deh.”
Ani mengambil jaketnya dan mengenakan jilbabnya yang ukurannya jauh lebih kecil
ketimbang jilbab Arni dan Ima lalu berjalan di belakangku menuju garasi.
“Jadi…..Rahma itu siapa, Kang?” Tanya Ani setelah sekitar lima menit kami
meninggalkan rumah Ima.
“Temen kantor, Ni”
“Iya. Aku tau. Kamu tadi udah bilang, Kang” kata Ani. Perlahan tangannya
bergeser ke depan dan menjalar turun di selangkanganku. Perlahan tangannya
turun dan kini telah menggenggam senjataku dari luar. Ini agak mengganggu
konsentrasiku.
“Enakan mana, Kang?” Tanya Ani sambil terus meremas senjataku.
“Enakan apanya? Awwhhhh….Sakit Ni…!” Ani mencubit senjataku dengan keras.
“Gak usah pura-pura bego, deh……Enakan memek siapa? Aku, Arni, atau Rahma?”
“Kasi tau gak ya? Adddohhh….” Dicubit lagi
Aku tidak tahan lagi menerima perlakuan ini. Kali ini harus ada balas dendam.
Ku arahkan motor ke arah rumahku.
“Lho….kok bukan ke arah yang bener, Kang?”
Aku diam saja dan mempercepat laju motor. Ani sepertinya mengerti maksudku.
Kini tangannya menyelusup masuk dan mengocok senjataku dengan cepat. Tidak
beberapa lama kami tiba di rumahku. Ku Tarik lengan Ani dengan agak kasar ke
dalam rumah lalu ku angkat tubuhnya.
“Kangg…..Hhhhhh…..Apa Apaan kamuhhhh…..”
Ku banting dia di kasur kamar ku dan ku Tarik dengan cepat celananya. Ku
kangkangkan pahanya lalu ku tempelkan senjataku yang telah tegang maksimal.
“Ada permintaan terakhir sebelum ku hajar, nona?” tanyaku menggeram. Ani
menggigit bibir bawahnya. Suasana yang singkat ini sangat didominasi oleh
birahi. Dapat ku lihat lender yang mengkilap dan mengintip dari celah garis
kelaminnya.
“Hajar ajaahhhhhh….gak usah banyak ngom……Aaaakkhhh……”
Zlebb….
Ku tancapkan batangku sebelum Ani menelesaikan kata-katanya. Matanya melotot
memandangku dan bibirnya tergigit. Aku tidak peduli apaah sudah licin atau
belum. Yang aku tahu, aku telah dilecehkan malam ini, dan aku punya dendam yang
harus diselesaikan. Segera ku serang Ani dengan gaya cepat pola 11.
“Oohhhhh….Ahhh….Ahhh……Ahhhh…..”
Ani meracau seiring genjotanku dengan cepat. Misi ini adalah misi balas dendam,
bukan misi bercinta atau misi memuaskan. Aku tidak berniat orgasme kali ini,
karena tujuanku hanya satu, yaitu Ani harus tahu rasanya disiksa oleh birahi
yang tak terpuaskan. Ku arahkan jempol dan telunjuk kananku di vaginanya yang
semakin becek. Perlahan ku pilin klitorinya dengan gerakan memutar. Ani
melengkung dan melolong,
“Aaaaooookkkhhhh….Kaaanggggg……Mantthaaapppp…….Kammuhhhh
bhaanggggsshaaattt….Ooohhhhhh”
Bentuknya pakaiannya semakin tidak karuan. Ku percepat genjotanku seiring
himpitan celah vagiannya yang semakin kencang. Ani melilitkan kakinya di
pingganggu pertanda orgasmenya akan datang. Luar biasa, padahal belum dua menit
aku menggarapnya. Mulutnya menganga dan matanya terpejam rapat tanda di sedang di
ambang gerbang orgasmenya. Ku pilin lagi klitorisnya kali ini disertai cubitan
ringan.
“Kaaanggggghhhh……Brengggsekkhhhh….Kammuuuhhhh……Aku mau dapppetttthhhh……”
Ani menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kencang. dan ketika tubuhnya mulai
tersentak, dengan cepat ku cabut senjataku.
Plop
“Kaaaangggg….!!!!!!”
Aku bangkit berdiri diiringi tatapan nafsu dan heran dari Ani. Rasakan
pembalasanku.
“Ayo berangkat. Ntar dicariin kita” kataku melirik ke Ani. Namun entah mengapa
mukanya begitu menakutkan. Nafsunya yang hampir meledak tertahan di
ubun-ubunnya. Dia segera berdiri di ranjang ketika aku mulai membalikkan
badanku dan menaikkan celanaku.
“Bangkek kamu, Kang….”
Ani lalu menarik tanganku dengan keras ke ranjang hingga aku terbanting dan
tidur terlentang.
“Wow….apaan nih…” seruku kaget karena tidak menyangka tubuhku bisa terbanting.
Secepat kilat Ani menunggangiku dan mengarahkan celahnya ke senjataku yang
memang masih menegang maksimal. Tanpa banyak suara langsung ditekannya
pantatnya turun.
“Oooohhhhhh………..Kaaangggghhhh…….”desah Ani sambil menggigit bibir bawahnya
sairing merengseknya batangku ke dalam celahnya yang telah sangat becek.
Ani menggoyang-goyangkan pantatnya dengan liar di atas tubuhku. Mau tidak mau
perasaan dendam tadi berubah menjadi perasaan nikmat. Aku mengaku kalah pada
syahwat yang menguasai kami malam itu. Ani terus bergerak sambil terus meracau.
Ku telusupkan tanganku ke dalam bajunya. Dadanya menggantung tanpa bh.
Sepertinya dia sudah menyangka ini akan terjadi. Ku plintir kedua putingnya
hingga Ani kelojotan. Dia orgasme.
“Kaaanngggghhhhh….Aaaakkkkhhhhh…….Dapppeettthhhhhhhh….Ooohhhhh…..”
Ani tumbang di atas tubuhku tapi tetap menggoyangkan pantatnya. Goyangannya
sangat nikmat hingga ku rasa orgasme yang tadi tidak ku impikan kini semakin
mendekat. Ku peluk tubuhnya lalu ku sodok dengan gerakan sangat cepat dari
bawah.
“Aaahhhhhhh……Kaangggghhhh…….Ennnaakkkkhhhhh…….”
Plak…plak…plak….suara tungkai dan paha kami yang beradu kencang memenuhi
kamarku. Ani menjambak rambutku tetapi tu tidak membuatku mengendurkan
kecepatanku. Ku konsentrasikan pernafasanku di dada dengan tempo pernafasan
yang cepat. Cara ini bisa mempermudahku orgasme.
“Kaaaanggghhhhh….Uuuuuuuggghhhhhh….mau dapppettt lagggiiiiihhh……”
Ku ayunkan pantatku semakin cepat hingga ku rasa seluruh otot pahaku menegang.
Aku orgasme.
“Aaahhhhhh……Aniiiiihhhhhh….”
“Kaaanggggggghhhh……Kammuhhh siaalllaaaannnnnhhhh….Aaaaaahhh……”
Ku semburkan amunisi kentalku ke dalam liang vaginanya berulang-ulang dan ku
rasakan juga kepala senjataku terkena banjir dari dalam sana. kami orgasme
bersamaan. Tetap ku gerakkan pantatku untuk menguras isi senjataku dalam
vagianya, hingga kemudian tidak beberapa lama kemudian kami lemas. Ani
tertelungkup pasrah dan lemas di atas tubuhku. Untuk sementara kami terdiam
dalam nikmat. Ku rasakan di dalam sana kedutan-kedutan liang vaginanya masih
memijit lembut senjataku yang kini sudah mulai lunglai. Kedutan-kedutan itu
kemudian dibantu dengan goyangan pelan pantat Ani.
“Kang…..”
“Ya…?”
“Kamu hebat…..”
“Udah biasa kali”
“Iiiihhhhh….kamu ah….”
“Kamu juga hebat, lho, Ni. Liar…Jalang…..cabul….mes….Aduh….”
Ani menggigit putingku dengan gemas. Tetapi di bawah sana pantatnya bergoyang
semakin intens. Putarannya semakin lebar.
Drrrtttt……BBM dari Ima
Kang. Lama banget….
Sabar….Ini lagi ngantri. Yang mesen banyak banget
Iya
“Jangan
gerak dulu…..” bisik Ani ketika aku ingin bangkit. Aku faham. Rupanya Ani masih
haus. Tiba-tiba gerakannya menjadi cepat dan liar padahal batangku sudah tidak
tegang penuh lagi. Tinggal tersisa sekitar 40 persen ketegangannya.
“Ooooohhhhhhhhh…..Kaaaanggggg……Aku dapppetthhhh
lagiiiihhhhhh….Aaaaaaaaawwwwwwhhhh…….”
Tubuh Ani menegang di atas tubuhku. Kakinya yang tadi menunggangiku kini lurus
tegang. Otomatis batangku di dalam sana terjepit erat. Ku rasakan kembali
batangku disirami cairan hangat di dalam sana. Tidak beberapa lama kemudian Ani
lemas kembali.
“Kaanggghhh…..senjatamu udah lemes ajahhh masih bisa ngalahin akuhhh…..”
Aku tersenyum dan mengecup kening wanita yang sedang berbaring tengkurap di
atas tubuhku. Kali ini pantatnya sudah tidak bergoyang lagi.
“Yuk…kita siap-siap” kataku.
“Masih mau meluk kamu, kang. Aku kan kangen…..”
“Iya. Tapi ntar lagi jam sepuluh, Ni.”
Ani memonyongkan bibirnya.
“Iya deh….aku cabut ya, Kang?”
“Iya…”
Plop…..
Cerrrrr……
“Ahhhh…Kaangghhhh…..”
Cairan putih kental segera merembes melalui celah vaginanya ketika ia berdiri.
Ku tatap iparku yang mungil ini memakai pakaiannya kembali. Aku pun merapikan
celanaku dan segera menuju ke motor. Luar biasa, dalam sehari ini telah dua
kali aku mengeluarkan peluru kentalku, dan ini membuat otot kegelku menjadi
agak ngilu. Ani membonceng di belakang dengan memelukku. Dia menyandarkan
kepalanya di bahuku.
“Kang…..”
“Ya…?”
“Pertanyaanku belum dijawab…..”
“Pertanyaan apa?”
“Enakan memeknya siapa?”
Waduh.
…………..
Waktu telah menunjukkan pukul 00.23
menit ketika aku terbangun di sofa. Kadang-kadang kalau sudah lelah karena
kerjaan ditambah lagi karena dua kali memeras mani membuatku tidak sadar kalau
ternyata aku sudah tertidur di sofa ruang keluarga. Sejenak kemudian telingaku
menangkap suara yang tak lazim. Kupandangi Arni dan Ani yang tidur di karpet
ruang tengah, sedangkan Ima tidak ada di situ. Ku pusatkan konsentrasiku pada
pendengaranku hingga aku menyadari bahwa itu adalah suara Ima yang sdang
merintih. Pada awalnya aku tidak berfikir yang aneh-aneh, karena Ima sedang
hamil dan suaminya sedang terbang. Aku hanya mengira Ima kenapa-kenapa. Ku cari
lokasinya hingga aku yakin kalau suara itu datang dari kamar Ima.
Aku mendekat, dengan pelan, ku tempelkan telingaku di daun pintunya.
Deg.
Ima sedang mendesah, lebih tepatnya desahan kenikmatan. Aku semakin penasaran.
Senjataku perlahan menegang meskipun hari ini Rahma dan Ani telah menguras isinya.
Dengan sangat pelan ku buka pintu kamarnya. Hm, tidak terkunci. Begitu celah
terbuka, aku terkejut mendapati pemandangan di depanku. Ima berbaring
menyamping di ranjangnya dalam posisi membelakangiku. Bugil, kakinya mengangkan
dan jilbab lebarnya telah dibuka. Inilah rambut terpanjang yang pernah ku lihat
di antara rambut istri dan ipar-iparku Tangan kirinya menyelusup ke depan
selangkanyannya sedangkan tangan kananya digunakan sebagai penopang tubuhnya
sambil memegangi ponsel. Oh, Ima masturbasi. Ku kerutkan keningku agar
mendengar desahnya lebih jelas.
“Shhhhh…..Kaaakkkkhh…..pulanggghhh donkkkhhh……Aaahhhh….Immaaahhh
kanggennnhhh……Ohhhh……….”
Hm….kini aku mengerti kasusnya. Libido Ima meningkat drastic karena pengaruh
kehamilan. Meskipun si Ima yang tomboy ini telah bermetamorfosis menjadi
seorang akhwat, tetap saja gairah yang menggebu bisa membutakan status dan
posisinya. Aku ingat Arni pernah mengalami itu. Dia pernah merengek meminta
untuk disetubuhi bahkan pernah sampai empat kali sehari. Hm…Sepertinya Ima juga
mengalami ini. Ku perbaiki posisi mengintipku. Dari celah tangannya yang
terbuka ku lihat foto suaminya yang tak berbaju terpampang jelas di layar
ponsel. Ah, bentuk badannya itu sangat membuatku iri. Perutnya yang kotak dan
dadanya yang bidang. Hmm…pasti dia sangat lihai memuaskan Ima. Aku memutar
otak. Hasratku untuk ‘memakai’ Ima menjadi semakin besar. Apa yang harus ku
lakukan?
Aha! Aku ada ide. Dengan segera aku pergi ke gudang mencari balok kayu.
Kreeekkkk…..
“Aahhhh…..”
Aku masuk dengan cepat sambil membawa balok serta memasang muka panic
seolah-olah ada kejadian serius. Ima pun langsung reflek menenggelamkan dirinya
di balik selimut.
“Ima….Kamu gak pa-pa? Mana malingnya?” Kataku agak berteriak tapi dengan suara
ditahan. Ima yang telah tertutup selimut hanya diam.
“Maaf, tadi aku denger kayaknya ada suara yang masuk ke kamarmu. Ku kira itu
maling” sambungku. Ima diam saja. Aku menghela nafas lalu keluar dari kamarnya.
Tidak lama kemudian aku kembali dan membawakan segelas air putih, tentunya
dengan dua tetes di dalamnya.
“Maaf udah bikin kamu kaget….Ini ku bawakan air putih. Aku mau keluar dulu.
Minum airnya trus langsung tidur, ya?”
Aku keluar dari kamarnya dan menuju ke lantai dua mencari balkon untuk
menikmati angina malam. Aku duduk selonjoran di balkon sambil membaca status
BBM kontakku. Mataku tertuju ke DP BBM Kak Umi yang baru saja berganti. Hm,
berarti kak Umi belum tidur, atau setidaknya baru bangun. Gambar DP nya
hanyalah sebuah tulisan berwarna hitam dengan latar merah. Tulisannya agak
menarikku untuk membacanya:
ENGKAULAH YANG TERBAIK UNTUKKU, KU BERIKAN YANG TERBAIK UNTUKMU, SETIDAKNYA
BERIKANLAH JUGA YANG TERBAIK DARIMU
Entah apa maksud Kak Umi dengan gambar DP nya, tetapi yang pasti dia sedang
curhat. Lebih baik ku komentari saja gambar DPnya.
Yang Terbaik Pasti Akan Bertemu dengan Yang terbaik. Belum tidur, Kak?
Tidak lama aku menunggu, ponselku langsung bergetar. Hm, rupanya Kak Umi memang tidak tidur.
Belum tidur. Lagi nanggung
Wah menarik nih.
Nanggung apanya? Emang Kakak Lagi Kerja?
Bukan kerja. Tapi dikerjai
Wahh…..Enak donk.
Tiba-tiba senjataku mengeras lagi membayangkan rintihan Kak Umi ketika sedang dalam kendaliku.
Enak Dari Hongkong (disertai Emoji menangis) orang lagi nanggung dibilangin enak.
Nanggung maksudnya? Kakak belon puas?
Agak lama pesanku hanya ditandai
ikon R tanpa ada balasan. Daripada bosan menunggu lebih baik aku buka Instagram
periksa timeline sekaligus stalking Instagramnya Rahma. Tidak ada foto sama
sekali di instagramnya, kecuali hanya gambar-gambar yang berisi pesan-pesan
agama. Ah, entah mengapa membayangkan Rahma membuatku terjebak antara syahwat
dan kasihan. (Mengapa harus ada syahwa dan kasihan? Nantikan di Thread khusus
Rahma – kalo sempat ).
Drrttt……Kak Umi lagi.
Iya. Belum….baru jalan sekitar 6 menit Dia udah K.O
Wah…..pastinya gak enak tuh, Kak
Iya…..
Ku tarik nafas panjang, ku timbang-timbang sejenak, lalu ku ketikkan pesan ini dengan dada berdebar.
Hmmm….Seandainya aku ada di situ, biar aku yang muasin kakak….
Tidak ada balasan. Ku lancarkan lagi seranganku.
Biar kakak teler…….
Tetap tidak ada jawaban.
Sampe kencing-kencing…….
Masih tidak ada jawaban, hingga kemudian, ada balasan dari Kak Umi.
Mau donk, hehehehe……
Wow…..Juniorku langsung menegang setegang-tegangnya. Dengan bergetar dan dada berdebar, ku balas BBM nya.
Aku juga mau. Mau netek sama kakak…..
Ohhhhh….pasti nikmat tuh…..
Trus aku juga mau jilatin itunya kakak
Itu apaan?
Memek
Aduh, aku basah lagi nih, Kang. Kamu musti tanggung jawab.
Tanggung jawab gimana?
Ya, tanggung jawab pokoknya
Tanggung jawab bagaimana? Kakak mau diapain?
Ya, begitulah pokoknya.
Begitu gimana? Mau ku entotin?
Agak lama, aku menunggu jawaban, hingga kemudian ponselku bergetar lagi.
Kang. Tadi baca BBM kamu aku orgasme
Wow…..luar
biasa kakak iparku ini. Senjataku sudah semakin tegang, ketika ku dengar suara
lembut dari belakangku.
“Kang…..”
“Eh…?”
Ima berdiri di belakangku dengan muka sendu. Jilbab lebarnya kini telah kembali
menutupi rambutnya yang panjang.
“Eh, Ima? Belum tidur?”
Ima duduk menghempaskan pantantnya di sampingku. Sumpah. Ini adalah kali
pertama sejak aku masuk ke keluarga ini, Ima dudul di sampingku di bangku
panjang ini. Dahulu sejak aku masih baru menikah dengan Arni, Ima lah yang paling
tidak ada urusan denganku. Apalagi semenjak Ima aktif mengikuti kajian rutin
dengan Arni.
“Gak bisa tidur, Kang”
Kami terdiam dalam lamunan kami masing-masing. Suasananya sangat canggung.
Drrrrrttttt……..
BBM dari kak Umi. Ku buka BBM ku agak menyamping agar Ima tidak bisa
melihatnya.
Jadi Kapan mau ngentoti aku?
Ku
diamkan saja. Entah kenapa duduk di samping akhwat ini membuatku serba kaku.
Kepribadian Ima sangat tertutup bila berhadapan denganku, tetapi sangat terbuka
dengan saudara-saudaranya.
“Siapa, Kang?” Tanya Ima
“Ng, temen kerjaan…” Jawabku.
“Oh, malam-malam gini?”
“Iya. Ngeganggu aja”
“Mmm...Bukannya kak Umi, tuh?”
Deg….!!!!
“maksud kamu?”
“Aku udah ada di belakang dari tadi. Aku mau negur tapi gak enak sama kamu.
Iseng-iseng aku nimbrung baca BBM kamu.” Kata Ima dengan wajah datar.
Wah. Mampus deh kalau sudah begini urusannya.
“Kamu….sudah….tau….isinya?”
“Iya. Kamu mau ngentotin Kak Umi sampe teller, kan? Trus mau ngejilat
mem….memeknya…….” suara Ima agak bergetar dan nafasnya memberat ketika
mengucapkan kata ngentot dan memek.
“Ya….itu….cuman menghibur, kok Ima. Aku lihat gambar DP nya yang galau. Trus
aku tanyain kenapa, dia jawabnya lagi nanggung gak bisa orgasme. Ya udah, aku
hibur saja pake joke-joke gitu”
Ima menatapku pelan. Dalam gelapnya malam di balkon lantai dua rumahnya aku
bisa melihat Matanya yang makin sayu, makin sange.
"Iya, sih. Kak Umi udah cerita kalo suaminya belakangan ini cepet banget
keluarnya. Katanya paling lama cuman sekitar lima-enam menitan gitu" Jawab
Ima. Entah mengapa dia menjawabnya enteng sekali. Berbagai kontradiksi pun
muncul di kepalaku. Ima ini akhwat yang dengan entengnya menceritakan urusan
paling rahasia dari suami dan istri. Apalagi yang diceritakan adalah kakaknya sendiri.
Perlahan tetapi pasti arah pikiranku tertuju pada dua tetes yang ku masukkan ke
dalam minumannya.
“Kang…." Ima membuyarkan lamunanku.
"Iya, Ima?
"Mmm.....aku udah tau,kok”
“Ng? maksudnya”
Ima menggigit bibirnya.
“Aku udah tau, kalau kamu udah pernah gituan sama kak Umi”
Deg….!!!
Wah…parah….parah….malam ini tiba-tiba aku galau berat. gelisah dan gundah
gegara perkataan Ima. Serius? Ima sudah mengetahui skandalku dengan kakak
tertuanya?
“Kak Umi sendiri, kok yang cerita” Lanjut Ima sambil menatapku yang terus
menunduk. Sesaat ku lirik wajahnya, entah mengapa tidak ku temukan ekspresi
marah di sana. Hm, mungkin karena dia sudah terpengaruh dengan obatnya. Ah, Kak
Umi. Ipar tertuaku itu memang terkenal paling suka cerita. Tapi aku hanya tidak
habis piker. Skandal terlarang begini kok diceritakan juga. Hhhhhh……nafasku
menjadi berat seberat beban yang tiba-tiba datang.
“Waktu itu aku nelpon kak Umi sore-sore. Pas diangkat, aku dengar suara aneh,
gitu. Ku kirain kak Umi nonton film porno. Tapi waktu ku dengar dia
teriak-teriak sambil manggil Akang-Akang aku jadi curiga. Apalagi setelah aku
dengar baik-baik, ternyata memang ada suara kamu, Kang.” Kata Ima.
“Sumpah…..aku marah banget. Sampai aku ngamuk-ngamuk sendiri di kamar. Mas Adi
aja sampe heran. Begitu lusa nya aku ketemu sama kak Umi, kupaksa dia mengaku.
Akhirnya kak Umi ngaku kalau dia memang main sama kamu, Kang”
“Hhhhhh……..Kak Umi….” Gumamku pelan.
“Kang…..”
“Ya?”
Ima menghela nafasnya dan nafasnya agak bergetar.
“Kata kak Umi, dia sampai kencing-kencing, ya?”
“Eh….?”
“Dia sendiri yang nyeritain……”
“Wahh…parah nih kak Umi….”
“Hi…hi…hi….gak bisa ngebayangin, Kang.”
Hm, posisi berbalik rupanya. Kalau tadi Ima mengintimidasiku, sekarang aku yang
akan menacingnya.
“Gak usah dibayangin, Ma. Mending dicoba aja, hehehe…..”
“Ih….ngawur kamu, kang. Mas Adi kan gak ada…..Eh….jangan-jangan…..”
Ima agak menjauhkan jaraknya dariku. Ah, akhwat yang satu ini entah kenapa
membuatku semakin gemas. Dalam keremangan malam, ku tunjukkan seringaiku. Senjataku
yang sempat melemah kini kembali bangkit dan menunjukkan semangatnya. Hm,
rupanya malam ini aku harus bekerja keras lagi.
“jangan-jangan, apaan? Sante aja, Ma.”
Kami kembali terdiam untuk beberapa lama.
“Eh, Kang. Beneran kak Umi nyampe orgasme berkali-kali?”
“Emang kenapa?”
“Nggak sih, penasaran aja”
“Mmm…..udah lupa, sih. Tapi emang berkali-kali, kok.”
“Wahhhh…..”
“Dia gak cerita, kalo aku mesti ngepel kamar gegara banji ama pipisannya?”
“Eh….? Sampe segitunya?”
“Iya”
Ima kembali terdiam. Entah nafasnya kini semakin memburu, tapi aku yakin ia
sedang berusaha menahan libidonya.
“Ima, gimana ngidamnya?”
“Alhamdulillah udah lewat, kang. Dedek bayinya juga udah gerak…..”
“Wahh….berarti udah aman, donk”
“Maksud Akang?”
“Udah aman buat peperangan, hehehe…..”
Ima mendengus. Sepertinya ia kesal.
“Aman apanya! Sejak minggu pertama sampe sekarang mas Adi masih belum berani.
Giliran udah aman eh masnya malah pergi lagi. Sebel deh…..”
“Wahh….parah tuh, Ma… pasti gak enak banget, ya?”
Ima mengangguk pelan. Aku menghela nafas.
“Ma…..”
“Kang?”
“Gimana, nih…… Aku jadi tengang nih….”
“Ih….Akang mah….hi hi hi….dasar mesum.....”
Wah rupanya Ima sudah cair. Kekakuan yang bertahun selalu mewarnai hubungan
kami kini sudah mulai mencair seiring waktu yang terus meranjak menuju pagi.
Ini adalah kali pertama aku melihat Ima seakrab ini. Kembali tergambar di
kepalaku semua tentang kedekatanku dengan Ima sejak pertama kali aku masuk di
keluarga ini. Ketika itu Ima masih gadis tomboy yang masih kuliah di salah satu
perguruan tinggi. Kedekatan kami sangat canggung dan tidak pernah kami duduk
berdua bertukar cerita seperti ini. Kami kembali terdiam dalam lamunan kami
masin-masing sambil menatap kota dari balkon loteng rumahnya yang luas.
“Kang…..” Suara Ima membuyarkan lamunanku.
“Ya?”
“Aduh…..”
“Kamu kenapa, Ima?”
Ima menatapku tajam sambil menggigit bibirnya. Entah mengapa tiba-tiba ekspresi
mukanya seperti ini. Segaris senyum tipis dan sarat makna tersungging di bibir
tipisnya, tetapi hanya sekelebat saja.
“Gimana, nih….Gara-gara cerita-cerita begini Nafsuku naik, Kang”
Deg….!!
Aku tidak pernah menyangka kalau Ima akan mengucapkan kata-kata ini meskipun
aku sangat menginginkannya. Dadaku serasa sesak dan ingin meledak. Akhwat yang
duduk disampingku ini telah naik syahwatnya dan dengan terang-terangan dia
mengakuinya.
“Kang….”
Suaranya berat dan bergetar. Dia tidak bohong. Dia sudah sangat terangsang
meskipun ada sedikit keheranan dalam benakku. Dia terlihat normal tidak seperti
kak Umi ketika dia telah terangsang. Reaksi obat perangsangnya tidak ku temukan
di tubuh dan wajah Ima.
“Kang….!”
“Eh…..iya….”
“Ngelamunin apa hayo…..” Ima tersenyum.
“Ngelamunin ucapan kamu, lah…. Kok enteng banget ngomong kalo lagi terangsang.
Kan aku juga ikutan terangsang hehehe…..”
“Ihhh….” Ima mencubit pahaku gemas. Sontak senjata andalanku tegang se
tegang-tegangnya. “Tapi aku penasaran, Kang. Ceritain donk waktu akang gentot
sama kak Umi” lanjutnya. Suaranya sedikit bergetar ketika mengucapkan kata
ngentot.
“Penasaran apanya…..bukannya kak Umi udah cerita?”
“Tapi kan belum versi kamu, Kang?”
“Hmm….tapi kamu gak marah kan? Soalnya aku bakal ceritain sesuatu yang udah
bikin aku selingkuh dari kakak kamu.” Kataku. Ima menghela nafas. Tatapannya
kosong ke depan.
“Gak marah, kok. Lagian kamu selingkuhnya sama kakakku juga. Aku cuman kasian
aja sama Kak Arni. Padahal dia yang paling cantik lho, Kang. Tapi kok kamu
bisa-bisanya selingkuhi dia.” Ujar Ima.
“Mau di ceritain gak nih?”
“Iya, iya…… gak usah pake sewot, kali. Ayo, Kang. Ceritain.”
“Ehm….awalnya gini. Kita itu kan ibadah magrib dirumahku berdua soalnya kan
semua orang ada di rumahnya tante Has. Kak Umi ada di rumah soalnya ada yang
mau dia print en kebetulan print nya rusak gitu” kataku mamulai cerita.
“Kalo itu mah aku udah tau atuh, Kang.” Kata Ima gemas menepuk lengan tanganku.
Aku jadi gemas terhadap iparku ini.
“Iyaaahh….sabar kek. Nah tru abis ibadah gitu aku raih tangannya soalnya mau
salaman. Nah sebagai adik aku kan yang nyium tangan kakak, kaya gini” kataku
sambil meraih tangan kanan Ima dan mengecupnya perlahan dengan sangat lembut
dan agak sedikit basah.
“Sshhhh……” desah nafasnya terdengar.
“Nah….desahnya kak Umi begitu. Entah kenapa kok dia terangsang ku kecup
begini…..” kataku sambil kembali mengecup tangan Ima berkali-kali dengan
kecupan yang sama seperti tadi. Lembut, pelan dan agak dibasahi.
Cup…cup….cup…..
“Sshhhh……terusshhh gimanahh lanjutannya Kangghhh……?” Tanya Ima sambil menahan
gemuruh di balik suaranya. Ternyata pancinganku berhasil menaikkan birahinya
lebih tinggi lagi.
“Mmmm….yaa gak tau siapa yang mulai, tiba-tiba aja kami ciuman.”
“Ciuman bibir….?”
“Iya….kaya’ gini” kataku sambil mendekatkan bibirku ke bibirnya. Tak butuh
waktu lama, dia mengerti maksudku. Bibir kami kemudian bertemu dan saling
mengecup ringan berkali-kali.
“Kaya’ ginihhhh…..Kanggghhh…??” kata Ima di sela-sela ciuman kami. Aku
menggeleng pelan.
“Gini….” Kataku sambil memiringkan kepalaku ke kanan. Ku lumat bibir Ima dengan
ganas.
“Hmmmmppppfffffhhhh….srrrlllpppp…..”
Ima membalas lumatanku dan jadilah kami saling melumat bibir dengan liar.
Dengan semangatnya aku melumat dan menggigit kecil bibirnya yang tipis dan
merekah. Entah mengapa akhwat ini memberikanku energi tambahan untuk kembali
memacu hasrat di malam hari yang sudah merambat ke subuh ini. Ima pun seperti
itu. Dia tampak sangat semangat mengimbagi permainanku. Lidahnya menyambut
lidahku yang dengan nakalnya menyelusup ke dalam mulutnya. Dengan semangatnya
kami terus saling melumat dan menjilat satu dengan yang lainnya.
Tanganku perlahan menempel di dadanya sambil mulai membelai pelan tanpa
melepaskan ciuman kami yang semakin basah dan panas. Ima juga tidak mau kalah.
Kedua tangannya perlahan merangkul pundakku dan merapatkan tubuhnya ke tubuhku
hingga aku bisa merasakan perutnya yang mulai membuncit menyentuh dan agak
menekan perutku. Tapi itu tidak menghentikan aktivitas ciuman kami.
Setelah beberapa saat kemudian, tempo ciumannya agak ku turunkan menjadi
semakin lembut hingga kemudian ku lepaskan bibirku perlahan. Ima yang ternyata
memejamkan matanya perlahan membuka matanya. Dadanya kembang kempis menahan
dahsyatnya gelora birahi yang memanaskan dinginnya malam. Dia menatapku dengan
sayu.
“Kanghh…..Lanjutan ceritanya gimana?” Tanya nya pelan. Aku tersenyum perlahan
lalu sambil menggenggam dadanya dengan kedua tanganku yang ternyata masih
menempel di depan jilbabnya.
“Daripada cerita kak Umi, mending kita bikin cerita baru aja” kataku. Ima
tersenyum genit.
“Ihhh…dasar mesum” katanya sambil memukul ringan dadaku. Dengan perlahan ku
dudukkan Ima di atas pangkuanku menghadapku tanpa ada sedikitpun penolakan
darinya. Ku dongakkan kepalaku agar wajah kami sejajar. Kembali ku kecup
bibirnya dan dia juga begitu. Saling kecup-mengecup dalam desah nafas yang
memburu kemudian meningkat menjadi saling melumat bibir. Liur yang bercampur
justru meningkatkan gairahku. Begitupun bibirnya yang ranum dan mungil begitu
hangat ku lumat. Sejurus kemudian aku mencoba menjulurkan lidahku ke dalam
mulutnya. Dan ternyata dia menyambutnya. Ipar bungsuku ini sangat aktif dan
lihai mengimbangi permainan lidahku, bahkan sesekali dia menyedot lidahku
dengan ganas ke dalam rongga mulutnya.
“Sshhh…..Kangghhh…..ssrrllppp….” Kecipak bunyi liur dan bibir menjadi musik
merdu kami malam itu mengimbangi irama jangrik yang semakin sibuk dengan
orkestranya. Entah siapa yang memulai tau-tau jilbab besarnya sudah teronggok
di lantai dan kaosku juga telah berpindah ke sandaran kursi malas. Aroma tubuh
dan keringat Ima sangat membakar gairahku malam ini. Dasternya perlahan ku
loloskan ke bawah hingga tertahan di perutnya. Dadanya yang kencang dan tidak
tertutup bh langsung menjadi santapan telapakku untuk ku remas. Kencang dan
padat, persis seperti dada istriku ketika dia hamil. Meremas dadanya semakin
menambah semangat tempurku.
“Igghhhh…..Shhhhhh……” Ima menggigit bibir bawahku ketika kedua jempolku memilin
dan memainkan putingnya. Tubuhnya terkejang sesekali menerima rangsangan
jariku. Pinggulnya bergoyang memutar membuat senjataku yang tertindih di
bawahnya semakin tersiksa ingin segera di lepaskan. Nikmat dan ngilu berbaur
menjadi sebuah melodi yang indah, hangat namun liar. Tiba-tiba Ima melepaskan
ciumannya. Dia segera berdiri dengan terburu-buru melepaskan dasternya,
satu-satunya kain yang menutupi tubuh seksinya yang sedang hamil. Rupanya
selain tidak memakai bh dia juga tidak memakai celana dalam. Wow. Sebuah
pemandangan yang luar biasa indah tersaji di depan mataku. Akhwat yang sedang
hamil muda kini tengah bugil dalam balutan birahinya, sehingga akal sehat dan
norma yang dimilikinya entah tersiman di mana.
Ima lalu menuju ke arahku dan segera menarik celana training yang ku pakai
sekaligus celana dalamnya. Sontak torpedoku yang tadi telah tersiksa langsung
melesak keluar dan menegang setegang-tegangnya. Tanpa banyak cing-cong, Ima
lalu menaikiku dan bersiap memulai santap malamnya.
“Wow….Imaahhh…..Kamu nakalhhh…. Juga rupanyhaahhh” Ujarku ketika ujung
senjataku telah menempel di celahnya yang hangat dan becek. Ima menatapku
dengan tajam lalu menempelkan telunjuknya di bibirku.
“Sssttthhh…..Diam kamuhhh……Aku masukin yahh….” Bisiknya dengan penekanan di
setiap katanya. Ada nuansa sedikit horror di balik bisikannya, namun suasana
itu segera sirna ketika dengan perlahan batanku tertelan masuk ke dalam celah
vagianya.
“Ughhhhh……”
Ima menggigit bibir bawahnya seiring masuknya senjataku dengan lancar. Tidak
ada menyusu, tidak ada nyepong, tidak ada jilat-jilatan, langsung menu utama.
Jika kalian menganggap bawah sex itu harus dimulai dengan ciuman, melumat, lalu
menyusu, oral, enam-sembilan, yakinlah kalau kalian telah diracuni oleh
bokep-bokep yang bersutradara. Sex itu mengalir apa adanya seperti yang
dilakukan Ima malam ini. Tanpa banya pemanasan dia telah siap dengan menu
utamanya, karena dari tadi dia sudah panas.
“Shhhh….Mentokk Kanghhh….” Desahnya ketika semuanya telah tertelan. Hangat,
basah dan terasa lengket. Dua tungkai selangkangan yang menempel erat.
“Ihhh….hi..hi…hi….Dedek bayinya gerak…” kata Ima tersenyum geli ketika bayinya
bergerak di dalam perutnya. Aku juga bisa merasakannya.
“Iya…terganggu kali” kataku.
Plak!
Ima menamparku dengan gemas.
“Ku bilang diam kamu” katanya. Setelah itu perlahan dia mulai
menggoyang-goyangkan pantatnya memutar sembari sesekali maju mundur teratur dan
lembut. Tangannya merangkul pundakku erat memberikan peluangku untuk menyusu
dengan bebas.
“Sshhhh…..Hhhhhhhh……..”
Ima mendesah seperti sedang kepedasan, sambil terus menggoyang pantatnya, namun
kali ini sudah agak cepat. Kesempatan ini ku manfaatkan dengan melumat kedua
payudaranya secara bergantian dengan gemas. Putingnya yang mengeras ku jilat
dan sesekali ki sedot. Mulut dan lidah bekerjasama dengan tangan yang ikut
meremas dan sesekali menggelitiki putingnya.
“Yang kencengghhhh kangghhhh…….” Bisik Ima dengan desahan yang berat. matanya
terpejam erat. Sampai pada tahapan ini, aku mendapati gaya Ima berbeda dengan
kakak-kakaknya ketika sedang birahi. Sejauh ini Ima lebih kalem dalam desah dan
rintihan. Dia lebih mungkin nyaman hanya mendesah atau berbisik pelan ketika
sedang beraksi. Berbeda dengan Kak Umi yang sangat manja dan senang mengaduh
setiap kali digenjot, atau Ani yang senang mengumpat dan mengataiku dengan
kasar, atau Arni istriku yang desahannya lebih mirip seperti orang yang menangis.
“Kenceng gimana, Ma?” bisikku sambil sesekali menjilat lehernya.
“Neteknyahhhhh…..yangghhhh….kenchennggg sedotnyaahhh…..” bisik Ima dengan pelan
tetapi rangkulannya di pundakku semakin erat.
“OK….” Jawabku. Ku kerahkan konsentrasiku di seputaran putting dan areolanya.
Ku sedot bergantian dengan tekanan yang intens dan sesekali ku gigit. Ima terus
mendesis seperti orang yang kepedasan. Tangannya merangkul pundakku dan
sesekali membelai rambutku.
“Uuuuhhhhhh….Sshhhh……”
Rintihan pertama Ima terdengar dalam dinginnya malam. Dia orgasme. Pangkal
pahanya bergetar agak kencang seiring semakin hangatnya senjataku di dalam
sana. Ada cairan yang sedikit meluber di celah pertemuan persunatan kami. Luar
biasa sensasinya. Dalam menghadapi orgasmenya, Ima rupanya tidak mengendurkan
goyangannya.
“Ssshhhhhh…..Hhhhhhhhmmmmmm…….”
Ima mendesis dan terus saja menggoyangkan pantatnya, naik turun maupun maju
mundur. Ku bantu dia dengan terus menerus menjilati putingnya sambil sesekali
meninggalkan bekas cupangan. Entah bagaimana kejadiannya nanti ketika suaminya
pulang dan menemukan tetek istrinya lebam kemerahan. Ah, masa bodoh.
“Uuhhhhhhh….Kaanggghhhh……”
Ima berbisik pelan. Kali ini dia orgasme lagi dalam tempo yang kurang dari tiga
menit. Wah. Luar biasa ipar bungsuku ini.
“Udah keluar lagi?” tanyaku pelan. Ima mengangguk, sambil sesekali mengejang.
Untuk beberapa saat lamanya kami berangkulan dengan selangka yang menempel
erat. Kembali ku rasakan perut Ima bergerak.
“Kamu gimana, Kang? Udah mau orgasme?” Tanya nya setelah deru nafasnya agak
mereda.
“Belum tuh, emang kenapa?” tanyaku.
“Biasanya Mas adi orgasmenya barengan kalau aku udah dua kali” jawabnya.
“Lha ini kan baru sekitar sepuluh menitan” kataku.
“emang biasanya durasinya segitu, kan? katanya polos. Aku tersenyum sambil
mengecup dagunya.
“Aku belum pernah orgasme di bawah 30 menit, Ima sayang.” Kataku. Ku lihat
matanya agak sedikit membelalak.
“Heh? kok bisa begitu? Kirain hubungan seksual normalnya kan sepuluh menitan
aja” katanya agak heran. Ku rasakan senjataku di dalam sana diremas oleh
dinding vaginanya.
“Kata siapa?”
“Aku kan main ama mas Adi ya sekitar segitu aja”
“Ck….ck….ck….kamu udah nanya sama kak Umi berapa lama kami main?”
“Emang berapa lama?”
“hampir dua jam”
“Eehhhhh…..!!!????”
Ima membelalak dan menjauhkan tubuhnya dari rangkulanku. Aku tersenyum.
“Emang bisa selama itu?” Tanya Ima.
“Yup….paling cepet aku keluar 30 menit”
“Aduhhh….Kang……Aku jadi trangsang nih…….”
“Iya….lanjut ya? Udah kuat, Kamu? Soalnya aku bakalan ganas lho...”
“Udah, Kang…..hayukkk…..jadi penasaran, seganas apa sih kamu”
‘cklek’
Ima mengunci pintu kamarnya tidak beberapa lama setelah aku mendudukkan
pantatku di single sofa di ranjangnya yang mewah dan luas. Ima kini sangat
terlihat berbeda karena telah memakai kembali pakaiannya. Jilbab lebar warna
coklat gelap dipadu dengan daster panjang tanpa lengan. Setelah puas menatap
Ima yang mengunci pintu, ku lemparkan kembali pandanganku ke seisi kamar yang
besar dan mewah ini. Sepertinya kalau aku tidak salah, kamar ini lebih luas
daripada ruang tamu di rumahku. Sebuah ranjang double king size, ranjang mewah
pertama yang ku lihat diluar kamar suite hotel tertata anggung di ujung kamar
menghadap ke tv LED besar yang melengket di dinding lengkap dengan segala aksesoris
audionya yang tidak akan selesai jika ku jelaskan satu persatu. Ah, rupanya
menjelaskan isi kamar ini saja membutuhkan banyak tenaga.
Tunggu dulu. Ku perjelas mataku ke arah meja lampu tidur di samping ranjang.
Segelas air putih tampaknya masih penuh terlihat oleh mataku. Berarti Ima tidak
meminum dua tetes perangsangku. Berarti pertempuran tadi yang terjadi di loteng
lantai dua murni tanpa campur tangan obat perangsang. Ah, entah mengapa
tiba-tiba aku jadi merasa menang banyak malam ini. pantas saja Ima tidak
menunjukkan gelagat yang sama seperti kak Umi atau Rahma. Birahinya menggelegak
sebagaimana birahi orang yang bernafsu, bukan birahi yang tiba-tiba menggelegak
tak terkendali.
Lamunanku tersadar ketika Ima memutar panel lampu hingga lampu kamar menjadi
redup dan sangat romantis. Canggih sekali kamar ini. ah, jadi aku jari iri.
“Hayooo…..Akang kok ngelamun? Mikirin apa, Kang?” kata Ima sambil berdiri di
depanku. Perlahan didudukkannya pantatnya di atas pahau dan Kembali dia duduk
di pangkuanku serta melingkarkan tangannya di leherku. Dia mendekatkan bibirnya
ke telinga kiriku dan membisikkan kata pembuka yang lembut namun membuatku
merinding.
“Katanya mau ganas, kok aku gak dibanting, yah….?” Bisiknya yang dicampur
dengan desah. Sontak senjataku yang tadi hanya tegang 60% langsung berada pada
posisi maksimal.
“Aku tadi mau banting kamu ke kasur tapi Nanti Kasian dedek bayinya….” Balasku
juga dengan berbisik.
“Kang….”
“Iya adek iparku…..?”
“Oooohhhhssssshhh….apa, Kang?”
“Apanya, adek iparku?
“Aaaakkhhhh….Sshhhhhh…….”
Ima memelukku dengan erat sedangkan selangkangannya ditekannya ke senjataku.
Dari gerakan selangkangannya yang bergetar dan sesekali mengejang, aku tahu
kalau adik iparku ini baru saja orgasme. Entah apa sebabnya. Mungkin saja
karena perkataanku, atau karena caraku mengatakannya dengan berbisik sambil
sesekali menempelkan bibirku di telingannya yang masih tertutup jilbab
lebarnya, atau karena kaduanya. Yang masti, Ima sekarang sedang menenggelamkan
mukanya di leher kiriku sambil terus menggosokkan selangkanya di
selangkanganku.
“Ssshhhhh……hhhhooohhhhh…..” desahnya sambil terus menekan selangkanganku.
Senjataku yang tegak mengacung dari balik celana training suami Ima menjadi
terasa agak ngilu. Hingga kemudian kuputuskan untuk menepuk pantatnya agar dia
berhenti sejenak. Ima menurut. Ku turunkan sedikit celanaku hingga juniorku
langsung mengacung dengan gagah. Ima sepertinya mengerti maksudku. Ia
mengangkat sedikit pantatnya ketika ku singkap kain daster yang menutupi
celahnya. Perlahan namun pasti kedua persunatan kami bertemu. Celah yang sudah
licin dan becek ini semakin hangat terasa ketika senjataku dengan pelan
tertelan masuk ke dalam liang surgawinya.
“Sshhhhh….Ooohhhh……”
Kami mendesah hampir bersamaan seiring celahnya yang menelan sempurna
senjataku. Setiap mili jarak perjalananku masuk ke dalam tubuhnya terbayar oleh
serbuan rasa geli, nikmat dan nyaman yang mengkontaminasi setiap jengkal
pembuluh darah kami. Selangkangan Ima bergetar halus lalu dia membuat gerakan
memutar.
“Immmaaaahhhhh……Hebat kamuhhh….”
“Ssshhhh…..sesakk nihhh Kanggghhh……”
“Sempitthhh….hangatthh….luar biasa memekmuhh……”
“Aaaakkhhhh….apa kanghh? Ulangi lagi…..ngomonghhh apaahhh…..?” tiba-tiba Ima
menjadi sedikit lebih histeris mendengar ucapanku. Ritme Goyangannya yang
memutar teratur menjadi kacau dan justru menjadi semakin nikmat. Tangannya
menjambak dan mengacak rambutku. Sepertinya dia sedang menunggu jawabanku.
“Memekkhhhmuuhhh….sempitthhh………” bisikku pelan.
“Aaaakkkhhhhh……Ssshhhhooohhh…..Kanggghhh…..Dapethhh lagiihhhh…..”
Ima orgasme lagi. Dua kali orgasme dalam kamar ini diraihnya hanya kurang dari
lima menit. Ku rasakan celahnya mengejang seperti tersengat listrik. Semakin
becek dan licin di dalam sana. Bahkan ku rasakan sedikit merembes keluar
membasahi paha kami. Rupa-rupanya Ima menjadi lebih terobsesi pada permainan
yang dibumbui kata-kata yang sedikit sarkastik.
Aku tidak tahan untuk tidak memfungsikan tanganku di tubuh iparku yang mungil
dan mulus ini. ku telusupkan tanganku di balik daster Ima dan mulai membelai
pahanya yang mulus. Ku teruskan ke bongkahan pantatnya yang bulat. Ku remas
dengan gemas bongkahan pantat itu, lalu ku arahkan telunjuk kiriku untuk
mencolek lubang analnya. Sontak tubuh mungil yang sedang menunggangiku ini tersentak
dan mengejangkan selangkangannya. Mau tidak mau batangku seperti tersedot ke
dalam vagina hangat ibu hamil yang sedang meresapi sisa orgasme keduanya di
atasku.
“Iihhhhh….Kaanggghhhh…..” desahnya. Ada perpaduan antara geli, nikmat dan risih
dari balik suara dan gesturnya. Ku putuskan untuk meneruskan penjelajahan kedua
tanganku ke punggungnya yang tertutup daster dan jilbab lebarnya. Ku garuk
kecil dan lembut punggungnya untuk memberikan sensasi geli dan nikmat baginya.
Ima menjauhkan muka dan tubuhnya dariku. Nafasnya sudah mulai teratur dan di
bibir mungilnya yang indah tersungging senyum. Terdapat sebuah kebahagiaan dan
kepuasan yang tulus jelas tergambar dari balik senyumannya itu.
“Gimana, Ma? Udahan atau lanjut?” tanyaku dengan nada sedikit menyindir. Ima
memonyongkan bibirnya dengan pose manja yang natural lalu mencubit lenganku
yang sebahagian besarnya telah tenggelam di dalam dasternya.
“Akang mahh…..kok nanya gitu sih…..?” ujarnya.
“Akang serius, Ma. Ini udah jam dua malam lewat lho…..kasian sama dedek bayi”
kataku sambil mengelus perutnya di dalam dasternya. Ima merengut manja. Sama
sekali tidak tampak kalau anak ini adalah seorang perempuan tomboy sebelum dia
menikah. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Cium aku, Kang” katanya pelan. Aku menurut saja. Ku dekatkan wajahku sembari
ku miringkan ke kanan. Ku kecup bibirnya pelan.
Cup…..sebuah kecupan ringan ku daratkan di wajah imutnya. Ima memejamkan
matanya.
“Lagi, Kang” bisiknya. Ku dekatkan kembali bibirku dan ku kecup bibirnya. Kali
ini kecupanku sudah mulai kulakukan berulang-ulang, hingga kurasakan sebuah
balasan kecupan dari bibir yang kini bersentuhan dengan bibiku. Ima membalas
permainan bibirku dengan bibirnya pula. Jadilah kami saling melumat bibir
dengan penuh penghayatan. Kami saling melumatkan bibir sambil sesekali
menikmati goyangan pantat Ima yang sedang memanjakan kelaminku. Agak lama kami
berciuman, hingga kami saling melepaskan ciuman. Ima lalu tersenyum pelan ke
hadapku.
“Kang….mau tau rahasia?” Tanya Ima sambil menatapku.
“Yehhh….kalo aku mau tau berarti bukan rahasia lagi lho….” Ledekku. Ima sewot.
“Iiiihhhhh…..akang usil, ah…..ku patahin ntar nih pentungan” katanya gemas
sambil menggoyang pantatnya memutar dengan cepat dan tidak beraturan. Sontak
serbuan kenikmatan melandaku.
“Whhoooowwwhhh…….mantap Ma……” ujarku menikmati setiap gesekan yang terjadi di
dalam sana. Meskipun sudah sangat licin, tetapi sensasi kenikmatannya tidak
pernah berkurang. Dengan semangat tinggi Ima terus menggoyang pantatnya. Bahkan
kali ini dia menaik-turunkan pantatnya.
“Ssshhhhh….Rassaaaiinnnnhhh….. Kamuhhhh….Kaangghhh…..sapaa suruhh…..usillll…….”
ujarnya di antara birahi dan gemas. Pantatnya yang tadinya sangat kaku kini
semakin lancar hingga menimbulkan bunyi khas yang kalian semua pasti sudah tau
bunyinya.
“Kamu yang usil, Ma…..Ssshhhh…..Mau ngasih tau rahasia kok pake ngentot dulu
sih…..” ujarku di sela desah nikmat yang mendera batangku.
“Ngentot……Aakkkhhhhh……aku tambah naik kang….hhhhhh…..” Ima mengulang kata
ngentot lalu histeris meriintih. Aku yakin kata yang tabu itu pasti telah
mematik birahinya dan pasti tidak lama lagi dia akan orgasme. Ku ladeni
perkataannya dengan mulai mengatainya.
“Emang ngentot ini namanya, Ima…..Ngentotin adek iparku saat suaminya lagi gak
ada……enak kan, Ma….?” Pancingku.
“Ooooouuuugghhhhh….Iyaaahhhh Kaaanggghhhhh…..Ennaakkkhhh
kaaanggghhhh…..mentanghhhh-men…tanghhh suamikuuhhh gaakkk addaahh……” racau Ima
makin menjadi. Momen ini ku manfaatkan untuk melepas jlibab panjangnya dan juga
dasternya. Ima terlalu sibuk meladeni birahinya sehingga aku yakin dia tidak
menyadari kalau dia telah polos seutuhnya di atas pangkuanku. Ku tatap sepasang
payudara yang bergerak mengayun dengan anggun seiring ayunan pantat si empunya.
Kencang dan mengacung. Putingnya sedikit membesar dan menggelap khas putting
seorang ibu hamil. Perlahan ku arahkan tanganku yang sedari tadi lebih banyak
di bongkahan pantatnya perlahan merangkak menuru payudaranya.
“Aaakkkhhhh……Kaaanggg….diremeeesssshhh ddooonnnkkhhh….…..” racau Ima semakin
agresif. Goyangan pantatnya juga tidak lagi naik turun tetapi maju mundur
tetapi tidak lagi teratur. Sepertinya dera orgasme yang keempat malam ini akan
segera tiba.
“Apanya di remesshhh….Imaaa…..?”
“Tetekkku, Kaangghhh…..Kyaaahhhhhh….Uuuhhhh…..”
“Beginiiihhhh…ssshhh…..”
“Mainin putingnyaaaahhhhhh….jugaahhh…..Iiihhhh…..”
“Beginihhh…..?” tanyaku sambil mulai menyentil putingnya dengan jariku. Tidak
ketinggalan juga partisipasi dari lidahku yang menjulur dan menjilat putingnya.
“Iyyyaaaahhhhh…..Aaakkkhhhh….datengg lagggiiihhhh…….Kyaaaahhhhh……”
Ima mengejang hebat. Orgasme kali ini aku yakin lebih dahsyat dari orgasme
sebelumnya. Terbukti dari leleran cairan kental dari celah kami yang menyatu.
Ima seperti tersetrum listrik. Tubuhnya melengkung dan kejang-kejang. Matanya
terpejam rapat dan dia menggigit bibir bawahnya sambil kedua tangannya
menjambak rambutku dengan keras. Suara lenguhan yang tidak jelas terus
terdengar dari mulunya. Sebuah pemandangan yang sangat eksotis. Sangat berbeda
dengan kesehariannya.
Memang benar. Ekspresi manusia ketika melakukan kegiatan seksual yang terjadi
secara alami adalah wujud paling jujur dari jati dirinya. Wajah yang pada
keseharian bisa menjadi topeng untuk menyembunyikan perasaan hati, tidak bisa
lagi menyembunyikan perasaan nikmat yang terus mendera, apalagi ketika si
pelakunya mendapatkan puncak kenikmatan yang sempurnya, sama seperti yang di
rasakan oleh ipar bungsuku ini. Dengan sabar ku tunggui hingga orgasmenya
mereda.
“Ima….?” Tanyaku beberapa saat kemudian. Ima membuka matanya menatapku.
Pandangannya sayu menandakan bahwa deraan orgasmenya belum reda. Dia mencoba
tersenyum meski dalam tubuh yang masih sesekali menggigil dalam kejang
kenikmatan. Perlahan ku rasakan sebuah gerakan dari perutnya yang menyentuh
perutku. Dedek bayi terbangun. Rupanya dia terganggu.
“Iya, Kang?” jawabnya pada akhirnya setelah sekian lama tanyaku tidak
diperhatikan.
“Pindah, yuk?”
Iam mengangguk. Perlahan dia berdiri untuk mencabut senjataku yang tegak
memakunya. Baru saja kedua persunatan kami berpisah, ku lihat cairan putih
kental berceceran keluar dari dalam celahnya.
Crreetttt…crrettt…..
Pusar sampai pahaku tidak luput dari basahnya cairan yang rimuntahkan vagianya.
Aku kagum dan takjub melihat pemandangan ini.
“Whowwhhh…. Luar biasa kamu, Ma” kataku. Namun rupanya Ima terlalu lemah untuk
menjawabku. Setelah berdiri, dia menggelosor turun dari sofa dan bersimpuh
dengan lemah di karpet.
“Hehehe…aku lemmess Kang” candanya dalam keadaan lemas. Akuhanya tersenyum dan
menghampirinya.
Aku berdiri dan menuntunnya berdiri lalu ku gendong dia dan ku baringkan di
ranjangnya. Ima terbaring terlentang pasrah di depanku. Dia tersenyum menatapku
yang duduk di samping tubuhnya. Tatapannya turun ke senjataku lalu tersenyum
nakal. Dia menjentik pelan senjataku yang masih tegak mengacung.
“Dasar kamu, ya? Penjahat” kata Ima ke senjataku. Ku balas dengan menganggukkan
batangku. Ima tersenyum. Aku lalu berbaring di sampingnya dan menatap wajahnya.
Kami saling menatap dalam senyum dan diam.
Lalu beberapa saat kemudian Ima meraih tanganku dan menempelkannya di dadanya.
Dia tersenyum padaku manis sekali.
“Di remes kang. Yang pelan ya?”
Aku mengangguk dan tersenyum. Ku remas-remas dengan pelan dan lembut gundukan
mungil di depanku. Remasan ku ganti dengan belaian lalu ku ganti lagi dengan
remasan. Sesekali ku pilin putingnya dengan jariku. Ima menghela nafas. Dia
tersenyum padaku.
“Kamu suka, Kang?” tanyanya. Aku tersenyum lalu mengangguk. Lalu Ima merubah
posisi tidurnya menjadi miring dan menghadapku. Tangannya menopang kepalanya
hingga posisinya sama persis seperti posisiku hanya saja saling berhadapan. Dia
tersenyum lagi-lagi kepadaku. Senyum yang sangat manis. Entah mengapa senyuman
Ima sangat mirip seperti senyum Arni. Bukan pada kemiripan anatomi tubuh karena
mereka ini bersaudara. Tetapi kesan senyuman itu sangat mirip dengan senyuman
istriku yang selalu mampu membuatku jatuh cinta setiap hari padanya, meskipun
aku sadar hasratku terlalu besar untuk dia tanggung sendiri.
Ku rebahkan lagi Ima agar dia terlentang. Aku belum puas bermain dengan
teteknya.
“Ssshhh….Iiihhhh…..” rintih manja Ima terdengar tatkala lidahku perlahan
menyisir daerah areolanya. Ku buat gerakan lidahku memutar di sekeliling
putingnya lalu ku jilati putingnya dengan lembut. Ima merespon dengan
menggeliatkan tubuhnya seperti cacing kepanasan. Ah, entah rahasia apa yang
tersimpan di balik dua dada wanita, hingga rasanya semua laki-laki menyukainya.
Sesekali Ima menggigit bibir bawahnya sambil meresapi kegiatanku yang asyik
menyusu padanya. Dadanya begitu kencang dan bulat meskipun tidam terlalu besar.
Kini dada itu telah sepenuhnya basah oleh liurku dan ini adalah pemandangan
yang sangat menggairahkan.
“Kamu nakal, Kang.” Kata Ima pelan dengan mata di picingkan dan dengan bibir
yang digigit sedikit hingga mengimbulkan kesan nakal.
“Kamu suka kan?” ledekku.
“Kamu juga mesum” katanya seolah tidak memperhatikan ucapanku sebelumnya. Akan
tetapi aku tidak memperhatikan ucapannya karena aku sedang sibuk menciumi
sekujur perutnya ke bawah. Aku merayap ke bawah hingga bibirku kini sudah
sampai di gundukan vagianya. Ku kecup pelan dengan lembut gundukan yang
ditumbuhi rumput tipis dan rapi itu.
“Ihhhh….Kaanngg…..ciumanmu bikin teler…..”katanya.
Aku masih tidak mempedulikan ucapan ipar bungsuku ini karena aku kini telah
bedara di celah pahanya. Dengan perlahan ku kangkangkan kedua kaki Ima hingga
membuka lebar. Tentu saja celah surgawi yang tersembunyi itu kini langsung
terpampang mekar merekah di hadapanku. Bengkak, memerah dan becek. Tanpa
menyia-nyiakan waktu, langsung ku arahkan lidahku menyusuri celahnya dari bawah
ke atas.
“Ahhh…..Kaangghhhh……Sssshhhhhhh” tubuh Ima terlonjak-lonjak menerima
perlakuanku. Mulutnya penuh dengan desisan kenikmatan. Ah,rasanya gurih. Jus
vagina yang segar dan gurih, ku nikmati sepenuhnya. Entah mengapa tidak ada
sama-sekali rasa jijik ketika aku menjilat vagina berlendir itu, lalu menghisap
ledirnya ke dalam mulutku, sambil sesekali meratakan cairan surganya ke celah
vagianya.
“Ooooohhhhhhhgggghhhh…..ennnaakkkkhhh……ih….ih….ihhhh…..”
Ima meracau sambil menjambak rambutku dengan kedua tangannya dan menekan
kepalaku lebih rapat lagi ke selangkangannya. Ima tengah sibuk menikmati
oralnya. Aku pun demikian. Sebenarnya aku sangat suka pada sex jenis ini. oral
seks merupakan perilaku seks yang sensasinya luar biasa. Kalian bisa
membayangkan, kemaluan atau kelamin yang selalu membuang kotoran, lalu
dinikmati bukan oleh sesama kelamin, melainkan mulut yang darinya keluar
kata-kata mutiara indah. Ini bukan soal rasa, tetapi lebih pada soal sensasi.
“Kaaanggghhh…..akkuhhhh…sukkkaaa……lagi…lagi……” racau Ima. Dia
menggerak-gerakkan pantatnya dan menggesek celahnya di bibir dan lidahku. Ku
rasakan rembesan kental yang semakin banyak keluar dari dalam sana. Kali ini
bibir dan lidahku tidak tinggal diam. Ku sedot klitrisnya dengan kencang dan
kupilin klitorisnya dengan lidahku dengan cepat hingga Ima kelojotan.
“Aaaakkhhhh…..mauuu
dapppeeettthhh…..Ooohhhh…..Ooohhh…..Kyyaaaaahhhhh……Dapppettthhhh laggghiiiiii
Kaaanggghhh…….”
Ima menggeliat. Pantatnya terangkat tinggi dan menegang disertai dengan
gemetar. Dia orgasme lagi. Kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kencang,
tetapi itu tidak membuatku menghentikan kegiatanku. Ku masukkan dua jariku
yaitu jari tengah dan jari manis ke dalam liangnya lalu ku kocok dengan irama
yang sangat cepat hingga Ima kelojotan di atas ranjang.
“Aaahhh….Kaaanghhh….Kaaanggghhh….ammmphuuunnnnhhh…..ooohhhhh…..”
Aku tidak mempedulikan racauan adik iparku ini karena aku sedang gemas mengocok
liangnya yang besek dan hangat. Sebuah sensasi yang luar biasa ketika
jari-jarimu di jepit di dalam sana. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama, Ima
kembali orgasme untuk yang ke sekian kalinya. Orgasme yang luar biasa, karena
disertai squirt yang sangat deras….
Seerrrrrr…….squirtnya menyembur desar hingga membasahi sepreinya.
“Aaahhhhhhh……Huuuuuhhhhhh……..” Ima kemudian terbaring lemas tetapi menggigil
seakan terkena penyakit ayan. Sungguh pemandangan yang menggairahkan. Salah
satu kepuasan batin seorang laki-laki adalah dia bisa membuat rekan seksnya
terkapar dalam kepuasan. Kali ini ku cabut jariku dari dalam celahnya dan duduk
berlutut di antara kedua kakinya. Aku duduk diam menatap wanita yang kini
tengah dilanda badai kenikmatan yang amat dahsyat. Mulutnya menganga dengan
liur yang menetes dari sudut bibirnya, mata terpejam dengan rambut yang
acak-acakan. Hingga tidak beberapa lama kemudian Ima melemas dan terlentang di
atas ranjang. Dia membuka mataku dan tersenyum manis.
“KAaangg…..” ujarnya di sela senyumannya yang manis dan menenangkan.
“Gimana?” tanyaku membalas senyumannya. Ima tidak menjawab kecuali hanya dengan
mengangkat dua jempolnya dan mengacungkan jempolnya dalam keaaan lemas.
“Sumpah, Kang……aku lemes banget. Kamu hebat, Kang”
Aku tersenyum.
“Kamu masih kuat, Kang?”
“Masih….emang kenapa?”
“Gak sih. Kalo udah gak kuat akang istirahat saja.”
“Oohh ada yang nantangin ya?….Rasakan ini….” Kataku dengan gemas lalu
menerkamnya. Ima yang terkejut hanya menjerit kecil lalu tertawa cekikikan
menerima serangan mendadakku..
“Aaawww Kangghhh….hihihi….Kamu nakal Aww hi hi hi…..” kata Ima ketika dengan
paksa aku menariknya lalu melentangkannya, kemudian ku kangkangkan kedua
pahanya lebar lebar. Ima terus tertawa geli sambil terus menutupi wajahnya.
Tanpa membuang waku, senjataku yang telah tegang maksimal ini ku lesakkan ke
dalam celahnya yang telah licin hingga membuat tawa gelinya seketika berubah
menjadi desah manja.
“Kaangghhh hihi….hihii…Kamu nakal….hihi….Aaaaaahhhhh……Kaaangghhh…..”
Tidak ada celah untuk mengerti keadaan iparku yang tidak siap dengan serangan
mendadak ini. tidak ku berikan dia kesempatan untuk beradaptasi. Begitu
senjataku amblas ke dalam, langsung ku genjot dia dengan gerakan yang sangat
cepat hingga dia kelojotan.
“Oooohhhhh….Ssshhhhh…..Kaaanggghhh….Ennnaakkkhhh……..”
Ima memejamkan matanya sambil menolehkan kepalanya ke kanan dan terus meracau.
Ku pegangi kedua kakinya yang mengangkang dan ku renggangkan sambil terus
berkonsentrasi mengatur pola nafasku. Sendangkan Ima di bawah sana terus
meremas payudaranya dengan gemas.
“GImanaaahhhh Maaa….Enakk kan dientot suami kakak sendiri…..?” pancingku.
“Aaaakkhhhh….Kaaanggghhhh……Ammphuuuunnnhhh……” racau Ima. Kini setelah sekian
lama kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Sungguh aku ingin sekali
telungkup di atas tubuhnya lalu memeluk dan menciumnya. Hanya saja kondisinya
yang sedang hamil tidak memungkinkan adegan ini terjadi.
Vagina yang semakin merah membengkak tersaji indah di hadapanku seolah
memuaskan lapasnya mataku. Terpampang jelas dengan sedikit bulu lembut yang
menghiasinya. Ku turunkan tanganku dan membelai biji yang menonjol dari celah
itu. Biji yang seolah memanggilku untuk membelainya.
“Aaakkkhhhh…Kaaanggghhhhh…….Ooohhhh…..”
Ima meracau histeris ketika tanganku membelai dan mengusap clitnya pelan.
Terasa di dalam sana semakin sempit dan remasannya semakin nikmat. Sepertinya
orgasme akan kembali datang. Dan benar saja. Ima langsung kelojotan menyambut
orgasme kelimanya malam ini.
“Hoooohhhhhoohhhhh……Hooohhhh….” Racaunya pelan dalam kejangnya yang sangat
indah. Dia menelan ludahnya tanda redanya orgasmenya. Aku tidak memberikannya
waktu istirahat lebih lama lagi karena orgasmeku juga sudah mulai di depan
mata. Langsung ku genjot lagi tubuh lemah ibu hamil yang terbaring pasrah di
bawahku.
“Iiiihhhhh….Kaanggghhhh….Ennnaaakkkhhhhh….Aammmphuuunnnn….Aku gakk kuattt…..”
rintih Ima memelas. Namun aku tidak peduli.
“Aku udah bilang aku bisa ganas. Nih rasain…..” geramku sambil terus
menggempurnya dengan hebat. Dua kali memeras sperma bukan berarti spermaku
sudah habis. Ku beritahuan kepada kalian sebuah rahasia. Setiap hari selama
30-50 menit aku selalu memijit salah satu titik di punggung telapak tangan
kananku. Titik itu adalah titik untuk merangsang produksi sperma. Sejauh ini
sangat manjur padaku.
“Kaaangghhh…..Kammuhhhh….Akkkuuhhhh….Kaaangghhh….”
Ima meracau semakin ngelantur. Birahi yang telah melanda berkali-kali membuat
konsentrasinya sedikit memudar tetapi justru semakin merangsang orgasmeku
semakin mendekat.
“Imaaahhhhh….memekkkmuuuhhh….semmmphiitttt…..”
“Kaaangghhhhh……..terrruussshhhh Kaaanggghhh….Oohhhh….nikmatnyaaahhh…..”
Orgasmeku semakin mendekat.
“Imaaaahhh….Aku mau dapetthhhh….di daleemm atau diluarrhhh….???”
“Iyaaahhh….Akuuhh jugaaaahhhh…..di dalem ajaaahhh….Aaaawwwhhh…..”
Orgasmeku tiba.
“Aaakkkhhhh……” aku mendesah lalu ku tusukkan semakin dalam senjataku. Entah
berapa kali peluruku dimuntahkan oleh batangku di dalam liangnya. Ima pun
semakin liar menggoyang pantatnya, hingga orgasmenya menyusul tidak berapa lama
kemudian.
“Kyaaaaahhhhh……Adduhhhh….Kaangggghhhhhhh…….”
Ada sebuah rasa tak terkata setiap kali orgasme melanda. Entah bagaimana
membahasakannya, tetapi aku yakin, tidak ada satupun sanggup menukar perasaan
yang dialami ketika orgasme dengan sebuah kata yang pas. Aku hanya bisa
mewakilkan perasaanku ketika orgasme dengan gabungan kata, yaitu nikmat, geli,
letih, puas, capek, panas, becek, dan wow. Sejauh ini aku tidak tahu satu
redaksi yang pas untuk menceritakan pengalaman orgasmeku.
Ku diamkan sejenak batangku di dalam celahnya. Ku tatap wajah cantik di bawah
sana. Wajah yang mendongak dengan kedua mata terpejam. Alis dan dahi mengkerut
serta mulut yang terbuka lebar. Deru nafas Ima memburu, bersatu dengan lelahnya
perjuangannnya malam ini. wajah itu sangat polos dan jujur menampakkan perasaan
yang dia alami. Ah, entah mengapa aku melihat Ima yang sangat mirip dengan
Arni, istriku yang sedang tidur dengan Ani di luar kamar.
Ku biarkan kelamin kami saling membiasakan satu dengan yang lain. Aku
mencondongkan badanku ke depan dengan bertumpu pada kedua tanganku. Sedangkan
Ima masih terkejang-kejang menikmati orgasmenya.
Ku cabut senjataku yang telah melemah di dalam sana lalu aku beringsut
disampingnya. Ku kecup kening Ima pelan.ima memejamkan matanya. Aku berusaha
keras agas tidak ada emosi dan jiwa yang terlibat di dalamnya. Aku selalu
berusaha agar cintaku hanya untuk Arni seorang, meskipun aku sadar batangku
bisa untuk siapa saja.
“Makasih, Ma…..” bisikku.Ima membuka matanya dan menatapku. Dia tersenyum.
“Makasih juga, Kang. Kamu hebat”
Aku berbaring di sampingnya dan dia segera meletakkan kepalanya di dadaku. Kali
ini dedek bayi lagi-lagi bergerak. Tangannya membelai dadaku dan telunjuknya
menari-nari di sana. Tangan kananku yang tertindih lalu merangkulnya dari
belakang. Ima lalu memelukku dengan erat. Tidak ada kata. Tidak ada paksaan dan
tidak ada kegiatan lain selain terdiam dan menikmati setiap centi dari kulit
tubuh kami yang berpelukan.
“Makasih ya,udah boleh ngentotin kamu, hehehe….” Candaku memecah keheningan.
Ima mencubitku gemas.
“Ihhh Akang ah….malu atuh kang” protesnya manja aku hanya tersenyum.
“Malu, ya? Hehehe……tapi kalo lagi enak malunya dibuang” kataku.
“Akaaangggg…..” protesnya sambil mencubit putingku.
“Aaahhhh…..nakal banget sih nih tangan”
“Bodo’ ah” Jawab ima sambil mempererat pelukannya. Pahanya menjepit pahaku
hingga kurasakan basah di bawah sana. Suasana yang luar biasa.
“Ma. Ngomong-ngomong tadi mau ngomong rahasia apa?”
“Mmmm….kasi tau gak ya?”
“Gak usah. Gak butuh”
“Yeee….yang merajuk. Akang bisa juga merajuk, ya?”
Aku diam saja menatap langit-langit kamar yang berhias lampu Kristal mahal. Ima
mengangkat kepalanya dan tersenyum menatapku. Entah mengapa senyuman yang ku
lihat sangat berbeda dengan senyuman iparku yang lain. Senyuman ini hanya
dimiliki oleh istriku. Senyuman yang tulus, penuh cinta, dan sangat
menenangkan. Lalu entah bagaimana Ima juga memiliki senyum seperti ini
kepadaku.
“Aku ceritain dua rahasia, ya?”
Aku mengangguk.
“Pertama. Sebenarnya waktu pertama kali kamu datang ke rumah ini waktu mau
ta’arufan sama kak Arni, gak tau kok aku juga suka sama kamu, Kang. Padahal kan
aku gak pernah tau kamu. Waktu itu aku iseng ngomong sama kak Arni apakah dia
suka sama kamu. Sengaja ku jelekin kamu di depannya. Ku bilang, ‘ ngapain kamu
ta’arufan ama cowok yang udah item, pendek, gemuk, jelek lagi’ tapi ternyata
kak Arni udah kadung cinta ama kamu. Ya aku ngalah kang. Makanya sejak kalian
nikah, aku selalu menjaga jarak dari kamu soalnya setiap dekat kamu pasti sakit
banget rasanya. Aku ngikut kajian bareng kak Arni kan juga gara-gara aku ingat
kak Arni pernah ngomong kalo kamu emang suka sama akhwat gitu…….”
Aku ternganga mendengarkan cerita ipar bungsuku ini. ada rasa tidak percaya
namun aku telah terlanjur mendengar apa yang telah ku dengar. Rupanya inilah
sebabnya sehingga selama ini Ima lah iparku yang paling tidak dekat denganku.
Bicara seperlunya, dan menjawab pun seperlunya. Ternyata dia memliki rahasia
hati yang bebannya telah ditanggungnya bertahun ini.
“Sampe akhirnya Kak Adi datang kenalan ama aku. Aku nyaman sama dia. Kenapa?
Karena dia itu kamu banget, Kang. Cuman versi kurusnya. Tapi jujur, Kang. Kak
Adi itu lelaki kedua yang pernah masuk di sini” Ima menunjuk dadanya. “Yang pertama
itu kamu, Kang. Jujur aku cinta sama kamu dari dulu. Gak tau kenapa. Aku juga
gak mau perasaan ini ada. tau-tau udah ada gitu aja, Kang”
Ada setitik bening yang mengalir pelan menciptakan segaris tipis di pipinya.
Ima menarik nafasnya dan menghelanya….
“Hhhhhuuuuuffftttthhhh…… aku udah lega, Kang. Akhirnya kamu tau juga. Bebanku
udah hilang, Kang. Sekarang aku bisa mencintai Kak Adi dengan tulus tanpa
bayang-bayang kamu lagi”
Dia tersenyum. Entah mengapa kini tenggorokanku tercekat. Seakan aku tidak tau
bagaimana caranya bicara. Aku terdiam dalam perasaan yang entah bagaimana cara
menggambarkannya. Tidak ada kata yang keluar untuk menanggapinya, selain sebuah
kecupan hangat di keningnya yang disambutnya dengan memejamkan matanya. Dia
tersenyum dengan senyuman itu lagi. Ah, Ima.
“Trus….rahasia yang kedua, apa?”
“Eh….? Ohh itu…hi hi hi….kasih tau gak ya?”
Ima kembali bertingkah menggemaskan tak tampak kalau sebenarnya dia itu adalah
seorang ibu hamil.
“Ayo dong….kan penasaran nih…..”
“Hehehe…itu Kang….selama ini aku cuman orgasme satu kali, itupun jarang banget,
soalnya sekitar 9 atau 10 menitan kak Adi udah kelar hehehe….”
“Eh…?”
“Udah ah, malu atuh kang. Malah rahasia suamiku sampe kamu tau segala. Jangan
dibilangin ya?”
“Ih ngapain juga kali, neng” ujarku sambil memeluknya kembali tapi Ima
melepaskan pelukanku dan duduk.
“Aku haus kang. Gempor nih abis dihajar sama kamu” katanya sambil melemparkan
pandangannya ke sekeliling kamar hingga terhenti pada segelas air yang terletak
di samping ranjang di rak lampu tidur. Eh, tunggu dulu. Sepertinya ada yang
tidak beres, tapi apa ya?
“Kang, ini air minum kamu yang bawa tadi, ya? Wah makasih akangku yang baik….”
Katanya sambil meraih air minum itu.
Deg!
Aku tersentak. Air itu adalah air yang ku tetesi obat perangsang. Wah gawat nih
kalau sampai di meminumnya. Segera ku bangkit dan mencegahnya.
“Ehhh…tunggu du….”
Terlambat. Seluruh air dalam gelas itu kini telah mengalir dengan lancar menuju
tenggorokannya.
“Aahhhh….segarnya, makasih ya, Kang” kata ima tersenyum padaku sambil
meletakkan gelas yang kosong itu di meja. Setelah itu di lalu beringsut ke
ranjang dan berbaring di pahaku yang terlipat. Wajahnya persis menghadap
senjataku yang telah pulas tertidur. Dikecupnya pelan senjata andalanku itu.
“capek yah kamu?” bisiknya pelan.
Kini aku hanya duduk mematung menhadapi kenyataan bahwa sepuluh menit lagi,zat
dalam air itu akan segera bereaksi. Gawat!
TAMAT
No comments:
Post a Comment