By the way namaku tidak terlalu penting
untuk disebutkan di sini. Hanya saja seluruh anggota keluarga besar memanggilku
dengan sebutan ‘Akang’ karena itulah panggilan sayang istriku kepadaku sehingga
seluruh anggota keluarga kemudian mengikuti dengan menyebut ‘Akang’. Usiaku
saat ini sudah 28 tahun dan istriku 24 tahun. Pernikahan kami sudah memasuki
tahun ketiga dan telah memiliki seorang putri 2 tahun yang lucu.
Istriku adalah anak ketiga dari empat bersaudara dan semuanya adalah perempuan.
Kakak ipar tertuaku bernama Umi, umurnya 31 tahun dan yang kedua bernama Ani,
setahun lebih muda dariku. Sedangkan Ima, adik istriku yang bungsu berusia 20
tahun dan beberapa bulan yang lalu melangsungkan pernikahan dengan calon
suaminya. Di sinilah peristiwa itu bermula.
Beberapa bulan yang lalu adik iparku yang bungsu melangsungkan pernikahan. Berhubung karena ini adalah pernikahan terakhir di keluarga istriku maka mertuaku berniat menggelar pesta yang cukup besar. Hal ini kuketahui ketika aku disuruh untuk memesan 2.000 undangan. Seminggu sebelum acara semua saudara iparku beserta suami telah berkumpul di rumah mertua. Mereka mengambil cuti dari pekerjaan masing-masing hanya untuk mempersiapkan pesta perkawinan di Ima.
Tiga malam menjelang pesta pernikahan, kami sekeluarga berkumpul di ruang tengah untuk membahas persiapan esok hari dan mengevaluasi kerjaan hari ini. Setelah beberapa lama berdiskusi akhirnya Ani meminta tolong kepadaku untuk membantunya mengerjakan tugas kuliahnya di pascasarjana.
“Kang, bisa minta tolong?” Ani bertanya sambil menyerahkan anaknya yang sudah tidur kepada suaminya.
“Boleh. Apa yang bisa dibantu?”
“Aku punya data mentah untuk mencari standar deviasi hasil ujian siswaku, tapi aku belum bisa ngerjain di Excell”
“Coba sini tugasnya aku lihat”
Ani kemudian mengambil laptopnya sambil sesekali menggerutu tentang dosennya yang killer katanya. Setelah melihat data di dalam laptopnya, aku juga bingung karena aku tidak memiliki kemampuan di bidang statistik. Aku lalu mengambil posisi duduk di lantai dan meletakkan laptopnya di pahaku sedangkan Ani duduk selonjor di sampingku.
Piyamanya yang tipis dari sutera membalut kulitnya yang mulus pada awalnya tidak terlalu menarik perhatianku hingga tanpa sengaja aku melihat kancing piyamanya yang paling atas terbuka dan menampakkan dada indahnya yang tersembunyi di balik kain itu. Betapa putih dan mulus. Maklumlah, iparku yang satu ini paling ribet kalau masalah perawatan kulit. Karena malu dan takut ketahuan mengintip aku segera membuang pandanganku ke monitor laptop, tetapi pikiranku mulai dipenuhi bayang-bayang dada putih berhias tahilalat kecil yang terbungkus bh hitam tadi.
Sementara aku sedang sibuk berkutat dengan
laptopnya, Ani terlihat agak meringis sehingga menarik perhatian istriku yang
sedang duduk di sofa tak jauh dari tempat kami.
“Kakak kenapa?” Tanya istriku.
“Migrain ku kambuh lagi”
“Si Akang itu pintar pijat terfleksi kok.” Kata istriku. Si Ani kemudian
menoleh kepadaku seolah menkonfirmasi kebenaran info dari adiknya tadi.
“Beneran itu, Kang?” Tanya Ani.
“Adalah dikit. Tapi sakit lho. Namanya pijat refleksi itu kalo memang ada
kelainan pasti akan sangat sakit di titik tertentu yang di pijat” terangku.
Seperti menimbang sesuatu akhirnya Ani minta dipijat refleksi olehku.
Sebenarnya aku tidak terlalu faham dengan dunia refleksi. Hanya saja aku pernah
googling beberapa waktu lalu ketika sakit gigiku kumat lalu mencari info
tentang refleksi pada saat sakit gigi. Di situlah aku banyak menghafal
titik-titik pijatan untuk beberapa penyakit.
“Aaaww……!!!” Ani agak berteriak ketika ujung jempol kirinya ku tekan, sebab
sejauh pengetahuanku, titik untuk migran adalah dengan menekan ujung jari
tangan kiri. Kontan hampir seisi rumah menoleh ke arah kami.
“yang pelan donk” Ani merengut
“Lha ini udah pelan banget, Ni”
“Tapi sakit” ujarnya ketus. Tapi wajah sewot yang dia pasang justru memberikan
kesan yang cantik.
“Ya iya donk sakit. Namanya juga pijat refleksi” tukasku tidak kalah sengit.
Suamiinya menimpali dari balik pintu kamar.
“Makanya kalo mau sembuh jangan manja” ujar suaminya.
“Papa bukannya dibelain……” Ani makin sewot tapi di mataku kok makin cantik.
“Eh, Kang. Ada titik di daerah yang lain gak? Di tangan sakit banget nih….”
“Ada. Di telapak kaki sama di jempol kiri. Mau?” tawarku. Ani lalu membetulkan
duduknya lalu menyelonjorkan kakinya menghadapku. Gila. Mulus dan halus sekali.
“Kok bengong. Ayo dong” Ujarnya menyadarkan rangsangan syahwat yang mulai
meracuni otakku.
“O…Ok….”
Aku gelagapan takut ketahuan sedang mengagumi kaki mulusnya yang mungil. Segera
ku letakkan tangan ku di betis kirinya. Maksudku untuk membetulkan posisi
kakinya agar titik refleksi di jempolnya mudah ku pijat. Tetapi justru aku
tidak percaya apa yang ku lihat dank u dengar.
“Ahhhhssshhh…”
Ani mendesah sangat pelan seolah takut terdengar. Aku tau persis itu bukan
reaksi refleksiku karena aku belum memulainya. Tatapannya menatapku tajam tapi
nanar sehingga membuat aku jadi salah tingkah. Tiba-tiba dia berdiri tanpa
bicara apapun dan masuk ke kamar tempat suaminya meninggalkanku yang penuh
tanda Tanya.
“Tung..”
Pukul 21 malam lewat beberapa menit BBM di hp-ku bergetar tanda ada notifikasi
baru. Aku memang lebih suka menyetel hapeku dengan getar saja. Nada dering
termasuk hal yang norak menurut persepsiku.
“Kamu jahat, Kang” begitu tulisan di BBM ku. Ku perhatikan pengirimnya. Ani.
“What…?? Hellow…ada apa bu?” segera ku balas chat itu dengan nada sedikit
becanda. Agak lama aku menunggu sampai hp ku bergetar kembali.
“Kamu tadi nyentuh bagian sensitifku”
Deg….masa sih? Setahuku tangan kananku memegang betis kirinya dan tangan kiriku
memegang telapaknya. Aku duduk bersila. Jadi bagian mana tubuhku yang
menyentuhnya? Lebih baik ku diamkan BBM itu tanpa ku balas.
Ku perhatikan ternyata hamper semua orang telah tidur di rumah ini, termasuk
istri dan anakku di kamar depan. Aku yang memang tidak terbiasa tidur bila
bukan di rumahku segera beranjak untuk pulang ke rumah yang jaraknya sekitar
500m dari rumah mertua.
Baru saja aku menghidupkan motor matic ku, tiba-tiba Ani muncul di pintu.
“Kang, mau kemana?”
“Mau pulang. Ngantuk”
“Aku ikut, bisa?
Wow. Aku langsung serasa terbang. GR
“Mau BAB. Itu toiletnya di belakang mampet. Yang di samping gak ada pintunya”
Oh. Mau BAB toh. Aku kira ada apa.
“Ya udah. Ayo.”
“Tungguin aku pake jilbab dulu”
Tidak beberapa lama dia muncul dengan mengenakan jaket casual dan jilbab kecil
untuk menutupi rambutnya yang panjang sebahu. Iparku ini bukan orang yang
terlalu ketat menerapkan aturan keyakinannya sehingga dia mengenakan jilbab
hanya untuk bepergian saja.
Kami tiba di rumah mungilku. Baru saja membuka kunci rumah, Ani langsung
nyelonong ke toilet. Mungkin sudah sangat kebelet. Sekitar limat menit kemudian
dia sudah selesai menunaikan hajatnya. Aku sudah menyiapkan teh hangat di meja.
Kami duduk terdiam dalam lamunan masing-masing. Hingga akhirnya Ani mulai
bersuara.
“Tadi kamu pegang betisku. Itu sensitif banget” kata Ani. Aku jadi ngeh, kalau
betis termasuk titik rangsangnya.
“Ya, maaf toh…aku kan gak tau” ucapku membela diri.
“Tapi kalo udah begini kan repot. Mana papanya Faqih udah tidur, lagi” Ani
sewot. Kami kembali terdiam. Dalam diam kami yang entah berapa lama itu aku
serasa mendengar dengusan nafasnya yang berat. Entah iblis dari mana yang
merasukiku hingga aku kemudian mengajaknya berbincang yang justru semakin
membakar syahwatnya.
“Trus kalo papanya Faqih udah tidur
biasanya ngapain biar tuntas?” tanyaku.
“ya ditungguin kalo udah bangun baru ditagih” jawabnya tetapi nafasnya sudah
semakin berat.
“Emang sungguh aku gak tau kalau titik rangsang mu di situ. Biasanya kan di tetek”
ujarku. Sengaja kuberikan penekanan di kata tetek. Dan ternyata betul.
Ani mendengus dan birahinya meninggi. Tetapi justru aku tidak ingin sembarang
bertindak. Selain menjaga image ku, aku juga tidak tau kemungkinan apa yang
akan terjadi. Ani menatapku tajam tetapi nanar. Aku merasakan dadaku mau
meledak ketika aku membungkuk ke bawah dan kembali memegang betisnya. Lebih
tepatnya mengelus.
“Ahhhsssshhh…….” Ani mendesah. Aku menarik tanganku dan kembali duduk.
“Maaf” kataku. Dia hanya terdiam dan menatapku tajam. Kami terdiam saling
menatap. Pada tahap ini aku merasa dadaku semakin menggemuruh apalagi ketika ku
condongkan wajahku ke mukanya. Melihat bibirnya yang merekah basah dan agak
terbuka, pada saat itu loyalitas pernikahan dan kesetiaan berkelebat memenuhi
rongga-rongga otakku dan serasa semakin ingin memecahkan kepalaku. Matanya
memejam dan dengusan nafasnya yang berat semakin dekat.
Cup……
Sebuah kecupan ringan mempertemukan bibir kami untuk pertama kalinya. Gemuruh
di dadaku juga kurasakan mulai memperberat nafasku. Aku terangsang. Bagaimana
tidak. Kami sekarang duduk berhadapan di dalam rumahku di malam hari yang
sangat sepi dan kami baru saja memulai petualangan baru kami dengan kecupan
yang bahkan sejam yang lalu belum pernah kami bayangkan akan begini jadinya.
Ah…sebodo amat. Kembali ku kecup bibirnya dan dia juga begitu. Saling
kecup-mengecup dalam desah nafas yang memburu kemudian meningkat menjadi saling
melumat bibir. Liur yang bercampur justru meningkatkan gairahku. Begitupun
bibirnya yang ranum dan mungil begitu hangat ku lumat. Sejurus kemudian aku
mencoba menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dan ternyata dia menyambutnya.
“Ssshhhhh…….hhmmmmmm……”
Desah dan hembusan nafas kami saling bertaut seiring semakin liar dan panasnya
adegan berciuman kami. Lidahku menjulur ke dalam mulutnya demikian juga
lidahnya ke dalam mulutku. Menjlat dan memilin lidahku dengan buasnya.
“Shhh…kamu nakal, Ni….” Bisikku pelan ke telinganya.
“Innii…sssalaahhhmmuu, Kanngggg….hhhh…” jawabnya tidak kalah liar.
Kecipak bunyi liur dan bibir menjadi musik merdu kami malam itu. Desah dan
gairah kami semakin memuncak hingga kami tidak sadar siapa yang memulai
ternyata jilbab dan jaketnya sudah tidak berada pada tempatnya lagi. Kedua
tanganku memegang pinggangnya dan Ani merangkul pundakku. Entah mengapa belum
ada rasa enggan untuk berhenti, atau sekalian melanjutkan ke tahap berikutnya.
Aroma parfum mahal di tengkuknya yang halus semakin membakar gairahku. Sesekali
ku gigit bibir bawahnya yang seksi dengan lembut sehingga desahannya semakin
menjadi. Ani tidak mau kalah. Sesekali disela acara saling melumat dia juga
menggigit hidungku lalu kembali menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku. Sungguh
kegiatan berciuman ini benar-benar menghipnotis kami berdua sehingga entah
berapa lama waktu berlalu kami masih saling asyik melumat.
Tanganku yang awalnya masih dipinggangnya mulai kupindahkan ke daerah lain
meskipun agak canggung. Aku takut dia terganggu dengan aktifitas jamahan
tanganku. Tapi, Ah..masa bodoh. Ku arahkan tanganku ke dadanya yang mungil. Ani
tersentak seperti terkejut hingga dia melepaskan bibirnya dari bibirku.
“Sshhh….kamu…kurang ajarrrr, Kangghhhh……” ujarnya lalu kembali menyosor bibirku
dengan ganasnya. Mendapatkan lampu hijau seperti itu, kuputuskan untuk mulai
meremas dadanya dari luar piyamanya dengan lembut.
“Hhhhohhhh……..Akuuu….bencciiihhh kkhhammu kangghh……” ujarnya ketika tanganku
menyelusup ke dalam piyamanya dan mengelus dadanya dari luar bh nya. Usai
berkata demikian, Ani kembali melumat bibirku dan kini tangannya menjambak
rambutku dengan gemas.
Entah apa yang membuat kami begitu betah berciuman. Mungkin bagiku ini adalah
pengalaman baru, di mana aku mencium wanita lain selain istriku, yaitu
kakaknya, sekaligus istri dari sahabatku. Sensasinya sangat terasa berbeda
sehingga syahwatku dalam melumat bibirnya tidak ada habisnya. Di sisi lain aku
tidak biasa melumat bibir istriku. hampir dikatakan sangat jarang, karena tanpa
melumat begini pun, istriku cepat “on”.
Sambil masih saling melumat, aku mencoba membuka kancing piyama Ani. Rasanya
sangat susah kugambarkan. Serasa baru pertama kali melakukannya, padahal adegan
ini sudah sangat sering kulakukan dengan istriku.
“Mmmmpp….ahhhh……….”
Akhirnya sesi ciuman ini kami akhiri bertepatan dengan terbukanya seluruh
kancing piyama Ani. Kulitnya betapa putih dan bening dan ini kembali
mendongkrak libidoku. Rasa sesak di celana semakin menyiksa karena pemandangan
yang sangat indah di depan mata. Tanpa banyak cing-cong aku membaringkan Ani di
karpet lantai. Dia membuka kedua kakinya sehingga aku lebih mudah menempatkan
diriku di antara kedua pahanya.
“Whhohwwhhh……” Hanya itu gumaman yang aku ucapkan ketika dengan gemetar,
tanganku mulai meraba dadanya dan menyelusup ke balik bh-nya.
“Uhhhhggghhh……..” Ani menggelinjang. Matanya terpejam dan dia menggigit bibir
bawahnya. Ketika tangaku menyentuh putting di balik bh-nya, kurasakan tubuh Ani
sedikit bergetar.
“Uuhhhhh……kammhhuuu…jahhhtttt…..hhhhhh……” katanya sambil memegang tanganku yang
masih sibuk dengan gerilyanya di dadanya.
Dada Ani ini seperti dada seorang remaja. Tidak tampak padanya kalau ternyata
dada ini sudah memiliki dua anak laki-laki dan perempuan. Begitu kencang dan
mulus. Secara pribadi, aku memang tidak terlalu suka dengan tetek yang besar.
Entah mengapa aku lebih suka dengan tetek seperti ini. Lebih menggiurkan.
Ani tidak tahan lagi. Aku masih sbuk memilin kedua putingnya dengan jari-jari
tanganku ketika kurasakan tangannya menarik bajuku ke atas. Ku biarkan dia
melepas bajuku dan kubalikkan dia sehingga dia menunggangi tubuhku. Dari bawah
aku juga melucuti baju piyama lalu bh-nya. Begitu kami berdua setengah
telanjang, ku Tarik tubuhnya merapat di tubuhku. Ada sensasi yang luar biasa
ketika kedua tubuh kami saling merapat dan berpelukan. Kembali kami saling
melumat dengan buas. Tanganku mengelus-elus punggungnya dari bawah. Mulus tak
terkira.
“Kamu jahat, Kang……Kamu udah bikin aku selingkuh……” katanya setelah melepas
ciumannya. Dia duduk tegak menunggangi tubuhku. Kedua pahaku berada di pahanya
yang masih tertutup celana piyama.
“Aku juga gak nyangka…..gak ada rencana. Kok tiba-tiba udah begini”
Ani menyeka liurnya yang meleleh dari sudut bibirnya karena ganasnya ciuman
kami. Nafas kami masih saling memburu. Aku menatap dada yag mungil dan
mengacung itu. Putingnya terlalu menggoda untuk ku pegang. Hingga kemudian
tanganku merambat dari pahanya naik ke perutnya.
“Ahhh…Kangg……sshh…..itu jugaahhh….” Desahnya.
Ternyata perut bagian sampingnya juga bagian yang sensitive ketika dibelai.
Tanganku tiba di dadanya dan langsung menengkupnya dengan telapak tanganku.
Terasa pas. Ku remas pelan hingga Ani seperti kejang-kejang, apalagi ketika
jariku menyentil putingnya yang berwarna pink. Ani kelojotan. Dia menunggangiku
tetapi pinggulnya bergerak maju mundur tetapi gemetar. Aku berkonsentrasi pada
putingnya karena aku merasa gerakan Ani semakin kacau. Sepertinya dia mau
orgasme. Benar saja. Tidak beberapa lama, tubuhnya melengking ke belakang dan
bergetar hebat.
“Aaahhhhhhh……..Aku datangghhhhh…….” Ujarnya lalu melemas dan rebah kembali di
atas tubuhku. Kepalanya bersandar di atas dadaku dan kedua tangannya meremas
tanganku. Nafsnya yang memburu menandakan orgasme yang hebat baru saja lewat
seusai menghampirinya. Aku memeluk punggungnya yang mulai lembab.
“Kanghhh……..”
“Ya……”
“Gimana nih….aku udah nyampe……” ucapnya. Ani belum mengubah posisi tubuhnya di
atas tubuhku. Aku terdiam. Di sisi lain aku sudah puas melihatnya seperti ini,
di sisi lain egoku berkata aku harus mendapatkan kepuasan yang sama. Ani
mengangkat wajahnya dan menatapku. Tatapan yang sangat damai. Matanya yang
indah dan senyumnya yang mengembang.
Dia hanya tersenyum menatapku dan akupun tersenyum menatapnya. Kami diam tanpa
kata, larut dalam dilemma masing-masing. Aku ingin sekali menancapkan
keperkasaanku di dalamnya hingga dia bisa merasakan keahlianku memuaskan
istriku. Aku ingat ketika istriku pernah keceplosan bercerita pada Ani kalau
aku pernah membuat istriku orgasme sampai enam kali. Ani, menurut istriku tidak
percaya mendengar ceritanya. Bagaimana tidak, secara fisik, aku sangat bukan
tipe iparku ini. Aku lebih pendek dan lebih gemuk dari suaminya. Dari wajah
pun, sangat berbeda jauh. Sehingga ketika kami tadi bercumbu dengan buas, aku
masih serasa tidak percaya, Ani yang notabene seorang sosialita menyerahkan
tubuhnya padaku.
Tiba-tiba hujan turun. Awalnya perlahan hingga ternyata menjadi semakin lebat.
Aku menatap jam, sudah pukul 00.23. ternyata berciuman saja bisa memakan waktu
sampai satu jam lebih ketika kegiatan itu dinikmati.
Ani bangkit dan berdiri meninggalkanku yang masih berbaring dalam dunia khayal
yang mengambang. Ku tatap Ani yang dengan cueknya mengambil hp nya tanpa memakai
bajunya. Suara hujan yang semakin lebat malam mini tidak mampu mengalahkan
panas keringat yang menempel di tubuhku. Ani tampat menghubungi seseorang.
Sepertinya suaminya.
“Halo….Pa……bisa jemput mama, gak?.......” ucapnya. Aku lemas mendengarnya.
Wah….ternyata harus berhenti sampai di sini. Aku menghela nafas dan mengambil
sisi positif dari peristiwa kami mala mini. Setidaknya aku sudah menikmati
setengah tubuhnya. Setidaknya aku sudah pernah membuatnya puas.
“Aku di rumah si Akang nih…..Iya….Tadi aku mau BAB di situ tapi mampet. Iya……
Gak bawa payung. Jemput dong…..”
Aku memperhatikan tubuh Ani dengan saksama. Aku ingin menikmati setiap lekuk
tubuhnya sebelum suaminya datang menjemputnya dan menutup pintu gerbang
kenikmatanku malam ini.
“Ohh….gitu ya…..? ya udah. Papa bicara aja sama si Akang” ucap si Ani sambil
memberikan hp padaku.
“Halo…..” ucapku pelan. Ada rasa segan, takut dan tidak enak, berbicara dengan
sahabatku yang baru saja kunikmati istrinya.
“Kang…. Si Ani katanya mau di jemput.”
“Oh….iya” kataku pelan.
“Tapi di sini gak ada payung. Di situ ada payung?” aku menghela nafas. Tapi
tiba-tiba Ani kembali menindihku dan berbaring di atas tubuhku. Kontan juniorku
berdiri kembali.
Ani mengambil hp dari tanganku dan memencet layar untuk mengaktifkan
speakernya.
“Kang…..?” ujar suaminya di speaker ponsel. Entah kenapa aku jadi memiliki
fikiran untuk berbohong. Rupanya si Ani sedang membuat alibi pada suaminya.
“Ehh…iya..ini lagi nyari….tapi kok gak nemu ya? Gimana nih” tanyaku balik,
meskipun aku melihat sebuah payung motif batik yang tergantung di balik pintu.
Ani tersenyum nakal sambil mencubit pipiku.
“Ya udah…..kalo gak ada, si Ani nginap di situ aja. Boleh kan, Kang?”
“Oh…ya udah. Mau di apain lagi. Ntar aku tidur di depan tivi aja. Dia di kamar”
kataku. Senyum nakal Ani semakin mengembang. Dia mendekatkan bibirnya di
telingaku.
“Kamu nakal” bisiknya.
“Maaf lho, Kang. Jadi ngrepoti nih…..”
“Oh….gak pa-pa. Kayak orang lain aja” ucapku. Si junior semakin keras. Aku
kembali menyerahkan ponsel kepada Ani setelah mematikan speakernya. Aku tidak
terlalu peduli dengan percakapan mereka, selain sibuk dengan membelai tubuh
setengah telanjang yang berbaring di atas tubuhku. Tak lama kemudian Ani sudah
menutup ponselnya. Dan mengedipkan mata kepadaku, dan Kami kembali saling
melumat dalam nafsu yang kembali terbakar setelah sempat mereda.
Aku segera membalik tubuh Ani hingga dia kini berada di bawah tindihan tubuhku.
Aku menggelosor ke bawah dan mulai ku kecup ringan tengkuk di bawah telinganya.
“Aowwhhhh….Kangghhhh…..”
Ani menjambak rambutku tanda libidonya terlecut dengan tingkahku. Aroma parfum
yang bercampur dengan aroma tubuhnya betul-betul membius pertahanan imanku. Ku
kecup rambut-rambut tipis yang tumbuh di sana dan bisa kurasakan tubuh lawan
mainku ini menggelinjang dalam siksaan nafsu yang menggelora. Aku tidak
mempedulikan rambutku yang dijambak dengan keras olehnya karena aku sedang
sibuk di daerah leher dan tengkuk Ani.
Kecupan-kecupan ringanku kembali bergerak ke bagian bawah tubuhnya, hingga
sampailah bibirku tepat berada di atas dadanya. Aku tidak ingin terburu-buru
dalam permainan ini. Aku harus bisa mengendalikan gejolak dalam dadaku sehingga
setiap jengkal kenikmatan bersama Ani bisa kunikmati dengan maksimal. Ku kecup
ringan putting kirinya yang sudah menegang. Ku lakukan itu berkali-kali dan
setiap kudaratkan kecupanku, Ani melenguh pertanda dia menyukainya. Hingga
kemudian lidahku perlahan menjulur dan menyapa putting mungil miliknya itu.
“Shhhh….iiihhhhhhh…..Kanggghhh…….” Ani tidak tahan lagi dan langsung menekan
kepalaku ke arah teteknya. Otomatis mulutku langsung penuh dengan
gumpalan kenyal itu. Akhirnya aku mengalah dan memilih menyusu dengan liar.
Tangan kiriku tidak tinggal diam dan sudah menngerti tugasnya, memainkan payudara
kanan Ani yang menganggur.
“KAngghhhh……Aiihhhhh….aihhhh…..aku benchhiiiihhh kammuuhhh…….” Ujar Ani dalam
deraan nafsunya. Kakinya membelit pinggangku dengan erat.
“Janganhhhh ada bekass nyahhh…….oouuhhhhh……” Ani mencoba mengingatkanku. Aku
mengerti dan meneruskan kegiatanku menyusu di kedua teteknya secara
bergantian.
Kemudian ku arahkan tanganku membelai perutnya yang rata, ku elus dank u
rasakan setiap kehalusan kulitnya yang terawatt baik. Lipatan celana panjang
piyamanya tidak menghalangi tanganku untuk terus menjelajah ke dalam isi
celananya hingga ku rasakan gundukan yang lembab dan hangat di selangkangannya.
“Ni, aku minta izin ya? Boleh masuk gak….” Tanyaku dengan maksud bercanda.
Tetapi yang ku dapat malah pelototan matanya yang indah. Ini anak kalau sudah
sange begini jadi menakutkan. Ku belai dengan lembut gundukan itu dengan ujung
jariku sambil tetap menyusu. Desahan Ani sudah mulau seperti teriakan kecil.
Toh aku tidak peduli karena hujan yang deras didukung oleh atap aluminium yang mengalahkan
suara kami sehingga mau berteriak pun tidak perlu canggung.
“Kanghh……bangsat kamuhh……bukain aja cepetan……” Ani kini sedikit membentak. Aku
tau dan faham kalau iparku ini sudah sange berat. Nalarnya beserta gengsinya
raib entah kemana digantikan oleh syahwat yang harus dituntaskan. Aku menuruti
keinginannya. Dengan sekali Tarik, celana panjang piyama dan celana dalamnya ku
loloskan dan ku lemparkan entah kemana. Terpampanglah tubuh telanjang bulat
iparku dihadapanku. Betapa halus dan sempurna. Vagina yang baru selesai dicukur
rapi terbelah indah di depan mataku. Aku tidak tau bahasa apa yang mesti
digunakan untuk menggambarkan tubuh Ani.
Aku masih sibuk mengagumi tubuh telanjangnya, tiba-tiba Ani bangkit dan
merebahkanku di karpet. Dia segera membuka celanaku dengan agak tergesa. Ketika
juniorku mengacung bebas, tanpa basa basi Ani segera menunggangiku dan
mengarahkan miliknya untuk kumasuki.
“Uuuuhhhhhhhh……Shhhhhh…….” Ani mendesah lembut ketika dengan perlahan aku
memasuki miliknya.
Wow….luar biasa. Licin, Hangat dan sempit. Aku juga memejamkan mata dan
menikmati setiap detik pertemuan kelamin kami. Untuk pertama kalinya senjataku
memasuki vagina selain punya istriku. Sebenarnya aku masih mau berlama-lama di
pemanasan. Aku belum merasakan menjilat dan melumat vagiannya dan sebenarnya
aku sangat ingin melakukan itu. Tetapi rupanya Ani sudah tidak tahan lagi.
“Ahh…aahhh…ahhh…ah….” Hanya suara jeritan kecil itu yang terdengar ketika
dengan lincahnya dia bergoyang di atas tubuhku.
“Ohh…..kamu nakal, Ni….”
“Ahhh…ahhh….gara-gara kamuhhhh Kang…..Ohhh….ennnakkkhhh…….”
Ani semakin kencang menggoyang pinggulnya di atas tubuhku. Kedua tanganku masih
belum mau memegang dadanya karena aku masih menikmati kedua benda itu
bergoyang-goyang di depan mataku. Justru tanganku sibuk meremas bongkahan
pantatnya.
“Kanghhhh….kanghhh……Aduuhhhh……” goyangan Ami semakin kacau. Tanganku ditariknya
dan ditempelkannya di dadanya. Segera faham. Ani ingin stimulus agar orgasmenya
segera tiba. Dengan gemas segera ku cubit kecil kedua putingya lalu mu
pilin-pilin dengan jariku. Terang saja Ani semkin kelojotan dan akhirnya tak
beberapa lama kemudian. Orgasme keduanya malam ini datang menyapanya.
“Uhhhhh….Shhhhhh…….” Ani meringkuk di atas tubuhku. Dia mengejang-kejang
menikmati orgasmenya. Matanya terpejam rapat dan alisnya mengerut. Indah
sekali. Hingga kemudian ia menghela nafas panjang yang jatuh telungkup di
dadaku.
“Udah nyampe, kang…..” katanya lemah. Juniorku berasa dipijat lembut ketika
vagianya berkedut-kedut. Nikmat sekali. Ku belai rambutnya dengan lembut dan
membiarkan dia meresapi sisa orgasmenya.
Setelah kejadian itu, entah kenapa
aku semakin terobsesi kepada Ani. Aku tidak mengerti perasaan dalam hatiku ini.
Yang pasti ini bukan cinta, karena perasaan ini tidak sama ketika aku beru
pertama kali jatuh cinta kepada istriku, dan sampai sekarangpun, aku tidak
merasakan perasaan yang sama dengan perasaanku kepada Ani. Tetapi maaf, kawan.
Ini juga bukan tentang birahi, karena setelah kejadian itu, aku tidak dalam
kondisi yang menjadi ketagihan. Parahnya lagi, ini perasaan ini bukan hanya
kepada Ani, tetapi kepada Kak Umi dan Mia. Aku jadi tertarik untuk mencoba
menaklukkan kedua iparku ini di ranjang, sekaligus aku penasaran akan aksi dan
reaksi mereka ketika mereka bermain denganku. Mungkin sebahagian dari kalian
menilaku sebagai orang yang maruk, rakus, atau apalah. Tetapi ini adalah
tentang hasrat, dan sepertinya hasrat ini harus dituntaskan.
Aku menatap lekat-lekat surat tugas yang terpampang di mejaku. Tiga hari kedepan
aku harus mengikuti sebuah Diklat di Ibukota provinsi. Sebenarnya diklat apapun
yang biasa dilakukan menjelang akhir tahun kemungkinan besar hanya bertujuan
untuk menghabiskan anggaran pemerintah pusat. Persoalan hasilnya sesuai sasaran
atau tidak, nanti dulu. Sebagai seorang PNS tentu aku harus mengikuti penugasan
yang telah diberikan kepadaku. Berarti aku masih punya dua malam untuk
‘menghajar’ kelamin istriku sebelum aku berpuasa selama seminggu. Kualihkan
pandanganku pada angka-angka dan tabel di dalam monitor desktop di mejaku.
Laporan dan laporan. Seperti itulah seterusnya. Tetapi aku bersyukur dengan
pekerjaanku, karena aku sadar banyak orang yang tidak beruntung mendapatkan
kesempatan yang sama denganku. Ku simpan file itu dalam foldernya lalu ku tutup
aplikasinya. Mungkin sebaiknya aku buka-buka instagram dulu di desktop buat
ngecek timeline.
Salah satu hobbiku adalah fotografi meskipun sangat jarang dilakukan. Terakhir
kali hunting bareng komunitas mungkin sudah sekitar enam bulanan dan kini kamera
DSLR ku hanya terdiam di dalam cabinet di rumah. Ku buka timeline instagramku
dan melihat beberapa postingan dari fotografer favoritku. Kadang-kadang aku
kagum dengan cara mereka mengatur komposisi pengambilan gambar. Kombinasi
eksposure yang menakjubkan. Ku putar scroll mouse ke bawah, hingga aku
menemukan postingan foto Ani.
Dia tampak sangat cantik dan modis duduk di sebuah bangku kayu dengan latar
belakang pantai dan suasana sore yang elegan. Dengan pose memiringkan sedikit
kepalanya ke kiri, Ani sangat cantik ketika melemparkan senyumnya menghadap
lensa yang menangkap gambarnya waktu itu. Matanya dihiasi kacamata hitam sangat
kontras dengan kulitnya yang putih. Jilbabnya tampak sedikit berkibar
menyiratkan tanda bahwa ketika foto itu diambil, angin sore sedang bertiup.
“Ketika kita terlihat sangat rupawan di mata orang, ingatlah bahwa itu bukan karena kelebihan kita, melainkan hanya karena aib kita disembunyikan oleh Tuhan. ~ngutip kata-kata seorang motivator~”
Aku
tersenyum membaca caption itu karena akulah yang pernah mengucapkan kata-kata
itu padanya ketika dulu dia pernah curhat kepadaku masalah tetangga lamanya di
kontrakan sebelum ia dan suaminya pindah membangun rumah di tempat lain.
Kembali terbayang ingatan seminggu yang lalu ketika sampai siang Ani terkapar
di dalam kamarku, hingga Arni yang datang jam 7 pagi di rumah menyangka kalau
kakaknya sedang sakit. Kami meninggalkannya di rumah waktu itu dan kembali
sibuk dengan persiapan perkawinan.
Kami tidak bisa mencegah rasa canggung yang mengendalikan setiap aktifitas
fisik kami setelah kejadian itu. Ani terlihat agak menjaga jarak denganku,
begitupun aku. Pada saat selesai resepsi pernikahan, seluruh keluarga berkumpul
berbagi cerita di rumah mertua. Pada saat itu jujur aku tidak berani menatap
matanya dan aku yakin diapun begitu. Bahkan ketika semua kembali normal, Ani
dan suaminya akan kembali ke kota domisili mereka, Ani hanya bersalaman
denganku, tanpa ada kata-kata pamit. Tidak seperti yang sudah-sudah, kali ini
Ani hanya pamit dengan sebuah senyum ketika tanganku menjabat tangannya.
Aku tidak mengerti makna senyuman itu.
*****
“Kamar 221, Pak.” Ucap resepsionis cantik
itu sambil menyerahkan kartu kunci kamar padaku sekaligus mengkonfirmasi kalau
akulah peserta terakhir tang check ini di hotel ini.
“Terima kasih, Mbak.” Ucapku segera menuju kamar di lantai dua.
Aku jadi penasaran, baigaimana dengan teman sekamarku. Seperti apa rupanya, apa
jabatannya, dari mana asalnya, dan lain sebagainya. Memang sudah menjadi
kebiasaan di lingkup kedinasan bahwa Pelatihan yang dilaksanakan di hotel,
pesertanya dipesankan kamar yang double bed, bahkan biasa pernah aku mengikuti
pelatihan yang kondisinya harus bertiga satu kamar.
“Cklek….”
aku memasuki kamarku yang masih gelap. Itu artinya slot kunci di dekat pintu
masuk masih belum diisi kartu kunci. Entah apa istilah kerennya. Kamarpun
menjadi terang seketika slot kunci itu ku isi. Tetapi aku heran, kalau aku
adalah peserta terakhir yang dikonfirmasi, lalu mengapa kamar ini masih kosong?
Hmm…. Sepertinya ini harus dikonfirmasi ulang. Ku letakkan travel bag ku di
dalam lemari dan menghubungi resepsionis.
“Halo selamat siang, dengan resepsionis di sini, ada yang bisa kami bantu?”
ujar suara merdu yang terdengar di ujung telefon kamar begitu lancer mengalir.
“ini dengan kamar 221, Mbak” ucapku.
“Iya, Pak? Ada yang bisa kami bantu?”
“Begini, mbak. Saya tadi dikonfirmasi adalah peserta terakhir yang check ini,
betul?”
“Betul sekali, pak”
“kalau begitu, teman sekamar saya kok nggak ada, ya?”
“Oh.. maaf, pak. Memang list tamu yang diserahkan oleh Hotel G*** memang hanya
seperti itu, Pak. Artinya Bapak hanya sendiri di kamar itu.”
“Ohhh… Ya suda kalau begitu. Terima kasih, Mbak”
“Kembali….”
Aku ternyata sendirian di kamar ini. Entah
apakah aku harus senang atau apa. Aku hanya berharap seandainya istri dan
anakku bisa ikut, pasti akan ada yang menemaniku di kamar ini. Tapi sudahlah.
Toh aku akan sibuk dengan tugas-tugas selama pelatihan jadi kesendirian ini
tidak terlalu menggangguku.
Waktu di dinding kamar menunjukkan Pukul 19.25 ketika resepsionis menelfon dan
memberitahukan bahwa jemputan ke Hotel G*** untuk pembukaan pelatihan telah
siap di depan. Aku pun langsung mengiyakan dan segera menuju ke mobil jemputan.
Pembukaan berlangsung monoton seperti biasa, dilanjutkan dengan pembahasan
regulasi pemerintah tentang beberapa kebijakan yang berkaitan dengan
institusiku. Tentunya tidak terlalu menarik untuk harus ku ceritakan di sini.
Pukul 22.30 jemputan kembali membawaku ke hotel untuk istirahat.
Setibanya di hotel, aku memilih untuk duduk-duduk di café sambil menikmati free
akses wifi untuk melihat lihat timeline di BBM sambil menimati secangkit
cappuccino hangat dan alunan musik lembut. Kembali mataku tertuju ke DP Ani di
BBM yang sangat cantik. Posenya yang tersenyum tetapi menatap ke samping
seperti model professional. Dia seperti seorang model, bukan seorang guru.
Dasar Kampungan
Itu status BBMnya. Aku tidak mengerti apa maksudnya, hingga kuputuskan untuk mengomentari statusnya.
Kenapa, Ni. Ini status kok kaya’ lagi BT
Kirim. Ku tatap layar ponsel
pintarku. Petunjuknya menandakan Ani telah membaca statusku, tetapi sepertinya
dia enggan membalas. Memang sejak kejadian itu, Ani seperti menghindariku.
Beberapa kali ku kirimi BBM taupun WA tetapi dia tidak pernah membalasnya.
Inilah yang membuatku menjadi serba salah. Ya sudahlah. Ku masukkan ponselku ke
dalam saku celana, dan kembali menatap ke jalanan ibukota provinsi yang masih
enggan beristirahat.
“Drrrttt”
Ponsel pintarku bergetar pertanda ada notifikasi yang masuk. Ketika ku buka,
ternyata BBM dari Ani. Entah apa harus senang atau apa, ku rasakan darahku
berdesir.
Ini, nih….Ibu guru sekamarku. Masa’ dia ngajakin anak-anaknya yang kuliah di sini buat nginep di kamar, jdinya kan rame gimana, gitu.
Aku segera membalasnya.
Wah….korupsi tingkat dasar, tuh. Wajarlah, mungkin orang kampung seperti saya. kapan lagi ginap di hotel, gitu
Iya. Menjengkelkan banget. Mau marah tapi gak enak. Mau di diemin malah makan ati sendiri.
Emangnya ada pelatihan, Ya?
Iya. Diklat pengembangan Kurikulum
dan Media pembelajaran
Ohh….sama donk kita. Aku juga lagi
pelatihan di Hotel G***
Kalau aku di Hotel E***
What...??? Ani ada di hotel ini? Apakah aku senang? Aku tentu saja senang. Darahku menggelegak dan andrenalinku sepertinya naik. Ani ada di salah satu kamar di hotel ini, dan dia tidak betah di kamarnya. Sedangkan aku dalam posisi yang sendirian di kamarku. Segaris senyum iblis pun mengambang di bibirku. Ku tatap layar ponselku sekali lagi untuk memastikan kalau aku tidak salah baca. Dan memang benar. Ani ada di hotel ini.
Aku ada di Café samping lobby.... di Hotel E***. Aku juga nginap di sini kok. Kamar di Hotel G*** penuh semua. Jadinya aku dipindah ke sini.
Tanda D segera berganti R di layar
BBMku, tetapi sepertinya tidak ada tanda kalau Ani akan membalas chatku. Ku
tunggu sedikit lebih lama, tetapi sepertinya masih tidak ada getaran atau tanda
apapun. Hhmmm…. Entah apa dia sudah tidur atau memang tidak mau menghiraukan
pesanku. Tapi aku yakin Ani tidak bisa tidur bila kondisi kamarnya berisik
seperti itu. Ah, sudahlah. Aku menhela nafas dalam-dalam. Sepertinya harapanku
memang harus ku kubur dalam-dalam untuk kembali memadu birahi dengan Ani malam
ini.
“Kang…..”
Aku terlonjak dan menoleh. Di belakangku Ani mampak sangat cantik malam ini.
Dia mengenakan piyama yang sama dengan waktu itu dibalut oleh jaket berbahan
jeans dan jilbab warna krem yang lembut. Dia tersenyum dan kemudian duduk di
depanku. Ah, Ani. Entah mengapa lapar mataku tak habis-habisnya memandang
keindahan Tuhan yang di titipkan padanya.
“Ni…..?” ujarku masih seakan tidak percaya. Seperti ada rindu menahun yang
terpuaskan, lebih tepatnya rindu akan hasrat yang lain. Ani tersenyum dan
memesan kopi panas. Kami lalu terdiam dalam lamunan masing-masing. Ani menatap
keramaian jalan ibukota profinsi sedangkan aku sibuk memperhatikan kakak iparku
ini. Sebenarnya Arni, istriku masih lebih cantik dari Ani. Hanya saja Ani
memiliki sex appeal yang lebih besar dari Arni.
“Kamu agak kurusan ya, Kang” kata Ani sambil menatapku. Aku hanya tersenyum.
Entah kenapa suasana ini justru sangat canggung. Seolah aku tidak memiliki
keuatan untuk lebih mencairkan suasana.
“Gimana kabarnya Arni?” tanyanya.
“Arni Baik, Aku juga baik….” Kataku.
“Ah….gak nanya”
“Sapa tau aja nyari info, gitu”
“Gak butuh deh kayaknya” kata Ani sambil menyeruput kopinya. Aku memanyunkan
bibirku.
“Eh…jadi gimana sama si ibu itu?”
Ani menghela nafas.
“Iya, nih….malah tadi ke resepsionis katanya semua kamar udah penuh gitu…..”
Senyum iblisku mengembang. Aku dan Ani sama-sama dalam penugasan dinas, dan
secara kebetulan aku dan Ani kini sehotel. Malam ini, kebetulan lagi Ani tidak
betah di kamarnya dan kebetulan aku hanya sendirian di kamarku. Ani menuju
resepsionis untuk memesan kamar kosong dan kebetulan lagi, seluruh kamar di
hotel ini telah penuh. Entah mengapa semua kebetulan ini terasa sangat
menguntungkanku. Ah, otakku hampir meledak karena perasaan senang yang
menggelegar di dada.
“Ah….masa sih penuh semua, Ni”
“Iya…..gak percayaan amat sih” Ani menjadi sewot menatapku. dia menyandarkan
punggungnya di sandaran kursi. dan kembali menyibukkan dirinya dengan ponsel
pintarnya.
“Kamarku masih kosong, kok Ni.” Kataku. Dia manatapku seolah gak percaya. Lalu
dia tersenyum mengejek.
“Yeee….. pasti pikiran kamu udah gak jernih lagi, ya? Mana ada peserta
pelatihan tidur sendirian di kamar double bed. Kamu pasti ada maunya lagi,
kan?”
“Serius, Ni. Jadi ceritanya gini. Tadi waktu chechk in di sana, ternyata over
kapasitas. Trus berapa peserta dipindahkan akomodasinya ke sini. Dasar aku
check in nya telat, ternyata cuman sendiri aja”
Ani terdiam. Sepertinya dia sedang meneliti celah kebohongan di wajahku, tetapi
ku yakin dia tidak akan mendaptkannya. Lalu kemudian di kembali menyeruput
kopinya. Kami kembali terdiam menikmati alunan musik lembut dari band
pengiring. Udah pukul 23.08 malam. Ani sudah mulai menguap. Ku hidup nafas
panjang, dan ku beranikan untuk mengucapkan ini.
“Ayo, Ni. Kamu ikut ke kamarku aja. Aku juga udah ngantuk….”
Ani tertegun menatapku yang sedang bangkit. Lebih baik ku tinggalkan dia dengan
fikiran dan pertimbangannya. Ketika memasuki lift, kembali ku pandang Ani di
café. Dia tidak lagi memandangku melainkan kembali memandang jalan ibukota
provinsi yang masih ramai. Aku tidak tau apa yang sedang berkecamuk di
kepalanya, tetapi aku hanya berharap dia mau datang ke kamarku. Aku berusaha
agar tidak dalam posisi memaksanya, tetapi aku sangat berharap dia mau menerima
tawaranku.
Sesampainya di kamar, ku rebahkan tubuhku di kasur sambil menonton televisi.
Siaran langsung Liga Premier Inggris berlangsung sangat seru, tetapi kini
otakku tidak menikmati siaran itu. Pikiranku masih melayang-layang tentang
pertemuan kami tadi, serta segala kebetulan yang kami alami, hingga kemudian
aku dikejutkan dengan getar di ponselku.
“Drrttt……” sebuah notifikasi chat BBM. Kubuka BBM ku dan inilah chat yang ku
tunggu.
Kamar nomer berapa?
Segera ku balas dengan cepat.
Nomer 221 di lantai dua.
Ku kirimkan balasan dengan hati berdebar kencang. Ku
tunggu ketukan dipintu itu dan rasanya lama sekali. Semenit serasa sejam.
Serasa sesak di dada. Hingga akhirnya suara ketukan yang kunanti terdengar
juga. Pelan dan konstan.
“Tok…tok…”
Segera tanpa membuang banyak waktu aku mnuju ke pintu dan membukanya. Tampak
lah Ani di depan pintu dengan wajahnya yang syahdu. Hasrat dalam diriku
menginginkan aku segera menarik dan memeluknya, tetapu justru yang terjadi
adalah kami malah berdiri mematung dan saling menatap satu dengan yang lain.
Tetapi tatapan matanya yang sayu dan nafasnya yang mulai berat mengisyaratkan
kalau sebenarnya dia telah siap untuk menerima sesuatu yang lain.
Ku dekatkan wajahku ke wajahnya dengan gerakan yang sangat lambat. Kepalanya
sedikit mendongak mensejajarkan bibirnya dengan bibirku ketika bibirku sudah
mendekat, namun ku hentikan sejenak gerakanku, hingga kemudian ku lihat Ani
mulai meredupkan matanya.
Cup…..
Sebuah kecupan ringan kudaratkan di bibirnya yang ranum. Matanya terpejam dan
bibirnya terbuka. Nafasnya yang berat menandakan libidonya telah naik. Kuulang
lagi kegiatanku. Ku kecup beberapa kali bibirnya dengan intensitas semakin
liar, hingga akhirnya jadilah kami saling melumat dengan buas di depan pintu
kamar.
“Mhhpppphhhh…..ssllrrppp……”
Suara dari rongga mulut yang berpadu dengan liur dan permain lidah memenuhi
lorong hotel ini. Ku Tarik Ani perlahan masuk kamar dan menutup pintu tanpa
melepaskan lumatanku. Kedua tanganku memegang samping kepalanya sedangkan Ani
merangkul pinggangku dengan erat.
“Ccrrppp….slrrullppppp…..hhmmppppphhhh…..”
Tidak ada rasa bosan dan lelah melumat bibir kakak iparku yang sebenarnya lebih
muda dariku ini meskipun telah sebelumnya kulakukan itu. Tanganku mulai turun
dari kepalanya dan mulai menggerayangi setiap inci tubuhnya yang masih terbalut
jaket jeans. Ani juga sangat bernafsu melumat bibirku. Terkadang lidahku
dikulum dan disedot sehingga rasanya seperti tertarik keluar. Aku tidak tau
apakah kata-kata yang kuungkapkan sudah menggambarkan situasi panas saat ini.
“Mppppp……..aahhhhh……” Ani menghela napas panjang ketika ku lepaskan ciumanku.
Aku tersenyum padanya dan kubuat senyumku semanis mungkin.
“Aku kangen kamu, Ni” kataku sambil menggenggam tangannya.
“Aku juga, Kang.” Katanya. Lalu perlahan ku tuntun dia untuk duduk di pinggiran
ranjang. Dia hadapan Ani yang sedang duduk, ku buka semua pakaianku dan
kutelanjangi diriku di depannya. Ku lihat dia menatapku dengan tatapan dalamnya
yang memabukkanku. Ketika semuanya telah lepas, ku hampiri Ani yang duduk lalu
kami berciuman kembali. Aku yang berdiri agak membungkuk sedangkan Ani
mendongakkan wajahnya ke atas. Kami kembali saling melumat, memilin dan
menggigit. Tanganku menyelusup di balik jaketnya dan membelai kedua gundukan
dada yang menggemaskanku sedankan tangan kanannya juga sudah menggenggam
senjataku yang telah tegang masksimal.
“Sshhhh….Kanggghhh….udahhh…..kerasss bangettttnihhh…..” katanya sembari
mengocok pelan senjataku. Aku hanya berdiri terdiam menikmati kocokannya.
Gerakannya yang kaku dan kasar sepertinya memberitahukanku kalau dia tidak
terbiasa melakukannya. Ku perhatikan dengan saksama ekspresi Ani ketika
mengocok senjataku. Kagum dan melongo, mungkin begitu. Hingga sepertinya
gerakan tangannya sudah mulai halus dan lancar. Nikmatnya pun sudah mulai maksimal.
“Ni…..kamu pintarrhhhh……..Jadi tambahh nafsuhhhh sama kamu….” Ujarku sambil
menggelitiki belakang telinganya pelan dengan membuat gerakan seperti menggaruk
tapi dengan sangat lembut.
“Shhhh…..ihhhhh….Kanggghhhhh…….” Ani menggerak-gerakkan kepalanya sambil tetap
mengocok barangku. Ingin sekali ku tuntun mulutnya untuk mengulum penisku,
tetapi aku takut justru akan merusak suasana hingga ku biarkan saja ia
menikmati mainan barunya.
“Kangghhhh….basahh nihhh……”ujarnya semakin bernafsu. Dengan gemas Ani
menggenggam erat senjataku hingga urat-uratnya menonjol keluar. Wow….aku
sendiri kagum melihat senjataku dalam genggaman tangannya yang mungil. Ku
perhatikan wajahnya, sepertinya dia mulai penasaran untuk merasakan batangku di
dalam mulutnya. Dan benar saja apa yang ku duga.
Cup……
Ani mencium kecil kepalanya lalu ia menatapku dengan tersenyum. Secara fisik
memang tidak berasa, tetapi sensasinya itu membuat hasrat kenikmatanku menjadi
berkali lipat. Ani yang kurindukan, mencium batangku dengan masih mengenakan
jilbabnya. Merinding sekujur permukaan kulitku.
“Ani….kamu nakall……”
Hap…..akhirnya masuk juga senjataku ke dalam mulutnya yang mungil dan seksi
itu. Ohhh…nikmatnya tak terkira. Pada awalnya Ani hanya mendiamkannya saja lalu
kemudian ia memainkan kepalanya seperti mengemut permen.
“Niiiihhhhh……mantapppphhh Niiii…..” ujarku membelai kepalanya yang masih
berbalut jilbab itu. Rupanya desahku seakan memberinya tenaga tambahan sehingga
Ani mulai memaju mundurkan mulutnya. Gesekan lidah dan sedotannya itu membuat
tubuhku memanas. Aku sangat gemas melihat tingkah wanita cantik ini. Ani
terlihat sangat menikmatinya.
“Hinganga, Hang…..?” tanyanya sambil tetap mengulum senjataku.
“Mantap, NI….Ohhhhh…..” ujarku sambil memberinya jempol. Ani hanya tersenyum
lalu kembali melanjutkan kegiatannya. Kalau lama-lama seperti ini pertahananku
bisa jebol rupanya. Ini harus dihentikan.
Ku tuntun Ani untuk melepas senjataku dari mulutnya dan ku berdirikan
menghadapku. Ku peluk dia dengan lembut dan ku belai seluruh permukaan
punggungnya. Aku lalu membuka jilbabnya dan dia memmantuku. Rambutnya sedikit
lebih panjang dari waktu itu, tetapi tetap lembut dan wangi. Aku tidak tahan
lagi, dan ku dekatkan kembali bibirku dengan bibirnya. Kami kembali berciuman
dengan ganas. Ku lumat kembali bibirnya yang penuh dengan liurnya dan cairan
semenku.
“Sllrrpphhh….Hooowwhhh……” kami mendesah dalam panasnya ciuman kami seolah ada
dahaga hebat yang membutuhkan pemuasan tuntas. Sensasi menjilat bibir Ani yang
masih berbalut lipstick tidak mempengaruhi gairahku sama sekali. Tanganku
menggerayangi tubuhnya di balik pakaian lengkapnya sedangkan tangannya terus
mengocok senjataku dengan gemas.
Perlahan ku buka kancing Ani sambil masih tetap melumat bibirnya. Ani mengerti
lalu melanjutkan dengan membuka jaketnya hingga tubuh bagian atasnya hanya
menyisakan BH putih saja yang membalut gundukan mungil payudaranya. Ku lepaskan
ciumanku lalu ku tatap matanya. Kami saling tersenyum dan kali ini senyumannya
agak nakal.
“Ni….Kalo Papanya Faqih yang buka bh kamu biasanya bagaimana?” tanyaku.
“Gaak pernah. Aku terus yang bukain” katanya.
“Wah….rugi tuh….coba lihat ini…..” kataku sambil meraih kancing bhnya.
Dan….hap….cukup butuh waktu sedetik kancing bhnya sudah terlepas.
“Wahhh….” Ani melongo menatapku seakan tidak percaya. Dia tersenyum dan
geleng-geleng kepala. Ku lepaskan bh nya dan ku lemparkan ke atas ranjang.
“Biasalah, bukain bhnya Arni kalo kita lagi kebelet main dadakan hehehe…..”
jawabku. Sambil kembali meraba susunya yang ranum. Ani mendesah pelan.
“Sshhhh…..uuhhhhh…..” desahnya sambil membelai rambutku dengan lembut. Ku
rendahkan wajahku hingga bibirku sejajar dengan putting kanannya.
Cup…… ku kecup lembut putingnya.
“Oohhhh…..” Ani terpancing. Tangannya
meremas rambutku. Ku tebarkan jilatanku mengelilingi areolanya dan sesekali
memilin putingnya. Desahan Ani berubah menjadi erangan. Aku menyusu dengan
penuh nafsu sedangkan tangan kananku memainkan putting kirinya dengan gemas.
Jariku menyentil-sentil putingnya disamakan temponya dengan permainan lidahku.
“Oouwhhhh…oouuwwhhhh…..Kaaanggghhhh……. jilatinnnn
laggiiiihhhhh…….iyaaa….gituhhhh…..” racaunya. Dengan semangat tinggi ku ganti
dada kanannya yang kini kulahap dengan rakusnya. Ku sedot putingnya dengan
lahap. Ani sangat menikmati permainanku hingga tangannya tidak lagi meremas
rambut tetapi memeluk kepalaku. Aku semakin bersemangat.
“Kaangggg……..Mauhhh nihhhh…….Aaaaawwwhhhhh……” Ani menjerit kecil lalu jatuh
bersimpuh di lantai membuat kulumanku terlepas. Dia orgasme rupanya.
“Hi..hi…hi…aku dapethhhh kanggghhhh……” Ucap Ani cekikikan menatapku. Ku angkat
tubuhnya dan ku baringkan di ranjang. Ku tatap jam, sudah pukul 01.18.
hhmm….sepertinya harus begadang lagi sepanjang malm. Ani terbaring terlentang
pasrah menunggu untuk aksi selanjutnya. Aku menaiki ranjang dan memposisikan
diriku di sampingnya. Ku buka pahanya agak lebar dan dia menurut saja. Ku raba
gundukan bukit di selangkangannya dengan lembut.
“HHmmmmm……ssshhhhh…..Kangghh…..kamu pintar bangetthhh…..” pujinya di sela desah
beratnya. Aku tersanjung mendengar pujiannya. Ku Tarik perlahan celana
piyamanya sekalian dengan celana dalamnya. Ani mengangkat pantatnya untuk
membantu memudahkanku melapaskannya. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya kini
telah bugil di hadapanku.
“Wowhhh….Ni….Tubuhmu bener-bener…..” pujiku.
“Jangan gitu ah, Kang….Ani malu….” Ujarnya tersenyum.
“Kaukah itu, Ani….” Candaku menirukan suara khas bang Haji. Ani tertawa
cekikikan melihat tingkahku. Ku posisikan diriku di sela pahanya. Mataku
terpana menatap vagina yang mulus merekah basah mengkilap. Lidahku kelu untuk
menggambarkannya dalam bentuk kata. Rambutnya sepertinya baru selesai dicukur
habis sekitar tiga hari lalu. Belahannya begitu menggodaku. Klitoris yang
mengintip di bagian atas belahan itu sangat indah.
“Kaanggg…..” Ani merajuk menyadarkanku dari lamunan panjang akan kekagumanku.
Ku belai kedua pahanya dengan lembut.
“Sshhhh….ihhhhh…..kaangggghhh…..” Ani kembali meracau apalagi ketika rabaanku
menyusuri betis kirinya, daerah sensitifnya. Ku lihat celah itu bergerak
menyempit dan mengeluarkan lender bening. Ohh….betapa indah tubuhmu, Ani. Aku
tidak tahan lagi. Kudekatkan bibirku di celah itu, dan ku kecup perlahan.
“Aahhhh….Kanggghhh…….” Ani menggeser pantatnya. Sepertinya dia terjut dengan
aksiku. “Jangan ahhh…kanggg…….Ani maluuu……” ucap Ani pelan sambil menutup
celahnya dengan kedua tangannya.
Aku tersenyum dan menyingkirkan tangannya.
“Emang sama Papanya Faqih gak pernah?” tanyaku. ANi mengangguk lemah. Aku
kembali tengkurap di celah selangkangannya. Ku kecup celah basah itu pelan. Ku
jilat perlahan. Rasanya gurih tak terlukiskan. Ani melenguh.
“Shhhhh….ooooouuuwwwhhhhhhh……..” dia menggelinjang hebat tapi aku tidak peduli.
Ku lumat bibir bawah itu seperti ketika kulumat bibir atasnya.
“Kaaannggghhhh……..Aahhh….ahhhh….aaauauuuhhhwwww…….”
Tubuh Ani terlonjak-lonjak menggoyang ranjang tempat kami memadu syahwat. Ku
angkat kedua kakinya di bahuku agar mulutku bebas mengeksplorasi daerah itu. Ku
jilat klitorisnya dan sesekali menusuk masuk dengan lidahku lalu menngobok-obok
liangnya. Ani semakin kelojotan tidak karuan menerima perlakuanku.
“Ahh….Ahhh….Kanggg…….Brengghhhsseekkkkhhh kammuuuhh……” Racau Ani. Ku rasakan
panggulnya menegang menjepit kepalaku. Sepertinya dia akan orgasme lagi.
Semakin semangat ku jilat celah basah itu sesekali mencucup klitorisnya. Entah
bagaimana basahnya wajahku sekarang. Aroma kewanitaan Ani ternyata menjadi
sumber tenagaku. Aku bertekad Ani harus mendapatkan orgasme melalui gaya ini.
Kedua tanganku menjulur ke atas merain buah dadanya. Ku pelintir kedua putingya
itu. Tak ku sangka Ani berteriak kencang.
“Kyyyaaaaawwwhhhhh…..Aaahhhhhh……..Shhhhooooohhhhhh”
Ani menggeliat tegang. Tubuhnya terangkat seperti sedang kayang. Kepalku di
jepitnya dengan erat. Kakinya bergetar. Orgasme yang luar biasa. Hingga
beberapa saat kemudian tubuhnya jatuh ke ranjang dalam kondisi sudah lemas.
Kakinya kembali terkangkang hingga kepalaku bebas dari himpitannya. Ku
perhatikan cairan putih kental merembes pelan keluar dari celah itu. Indah sekali.
Ku alihkan pandanganku ke wajahnya yang cantik. Matanya terpejam dan alisnya
mengkerut. Mulutnya menganga masih mengeluarkan desahan pelan. Pantatnya
bergoyang-goyang pelan. Sepertinya orgasme ini begitu dinikmatinya. Tetapi aku
tidak akan memberinya waktu istirahat.
Ku kangkangkan kakinya yang sudah lunglai dan segara ku jepit klitorisnya
dengan jempol dan telunjuk kiriku. Ani yang lemah terlonjak. Ia kembali
menjerit tertahan.
“Kaangghhhhh……Tolongghhhhh….udahhhhhh……”
Tidak. Aku tidak akan mengabulkannya. Ku jilat lagi klitoris yang ku jepit itu,
sambil sesekali ku getarkan lidahku keiri dan ke kanan dengan cepat. Ani
semakin kelojotan. Ia mendesah, lebih tepatnya merintih. Ia kini mengemis
padaku, tapi maaf, aku tidak akan mengbulkannya.
“Kaangggghhhh……Kammuhhh jahaathhhh….akkuwhhh….bencchiiiiihhh……Oooouuwwwhhhhh……”
Ani meracau dengan liar. Apalagi ketika dua jariku mulai masuk dan mengorek
liang surgawinya bekerjasama dengan jilatanku pada klitorisnya. Tubuh ani
semakin bergetar. Sisa orgasme dahsyat yang menerpanya semakin memberikan efek
nikmat bagi tubuhnya yang sedang ku lecehkan.
“Kangghhhh…..tolooongghhh……akuhhhh….ggaakkk…..Kua….aaaaawwwhhh…..”
Ani menjerit dan berteriak kecil ketika kukocokkan jari-jariku keluar masuk
vaginanya. Kecipak lender yang terus merembes keluar membasahi jari-jariku dan
merembes ke telapak tanganku. Sementara Ani semakin terguncang. Dia
menggelinjang karena perlakuan ini, tetapi ku kuatkan konsentrasiku untuk
mempertahankan ritme kocokan jariku di selangkangannya. Bibir vaginanya
membengkak dan semakin becek, tetapi gurih ku rasakan. Aku terus menjilati
klitorisnya sambil mengocok celah yang lembab dan becek itu.
“Brengghhhsekkk kamuhhh….Kanggghhh……Akku…..benccciiihhhhhh kammuuu….”
Ani meracau dan gelinjangnya semakin kuat. Tubuhnya kembali bergetar dan
mengejang. Sepertinya dia akan menjemput orgasme ketiganya malam ini. Ku
pertahankan kecepatan kocokanku dan kini ku gigit kecil klitorisnya, untuk
memancing orgasmenya keluar. Dan benar dugaanku, tubuhnya kembali terlonjak
dengan hebat, kepalanya bergerak tidak karuan. Ani kembali orgasme.
“Aaaaakkkhhhhh…….Oooouuuwwhhhhhh……….Kaaanggghhhhh…..Dapppettt lagiiihhhh……”
“Serrrr……”
Ku cabut jariku seiring squirtnya menyirami mukaku. Wow…..ini adalah pengalaman
pertama yang luar biasa. Barusan kali ini wajahku terkena kencing perempuan
dewasa dan ini rasanya sulit digambarkan. Ku lihat Ani seperti terkena penyakit
ayan. Dia mengejang untuk beberapa saat dan terus mengeluarkan racauan. Matanya
terpejam dan bibirnya terus menganga. Sepertinya dia tidak sadar kalau liurnya
meleleh dari sudut bibirnya.
Aku bangga.
“Kangg…..aku pipis lagi, ya?” Tanya Ani lemah. Aku bangkit dan tersenyum
padanya.
“Iya. Di mukaku lagi. Nih…” Kataku tersenyum sambil menunjuk mukaku. Ani tersenyum
memelas manja.
“Maaffhh……” ucapnya pelan dan suaranya dimanjakan. Aku mengangguk.
“Kangg….Maaf, sepertinya aku udah gak kuat lagi……” lanjutnya. Aku tersenyum
padanya. “Maaf, yah…..” ucapnya lagi. Aku mengangguk.
Aku mengalah. Meskipun aku merasa ada yang menggantung, toh kepuasan hatiku telah tercapai. Aku telah kembali membuatnya mengeluarkan ekspresi termahal seorang perempuan. Aku mengecup keningnya lalu segera bangkit meninggalkannya yang terkapar lemas. Ku langkahkan kakiku ke toilet dan ku cuci mukaku di wastafel lalu kuhampiri dia dan berbaring di sampingnya. Ani membuka matanya sambil tersenyum dan memelukku dengan hangat. Kembali kami berciuman dengan penuh gairah. Entah mengapa berciuman dengan Ani tidak membuatku bosan.
Kalian jangan salah, aku tidak pernah bosan berciuman dengan istriku Arni. Hanya saja salah satu kelemahan Arni adalah ciuman yang panas sudah harus berakhir dengan klimaks. Bedanya dengan Ani, kami bisa berciuman dengan panas lalu melepasnya kembali untuk ‘kegiatan’ lain.
Kami
melepaskan ciuman hangat kami setelah merasa kehabisan nafas. Aku memeluk tubuh
telanjang Ani. Ani menyandarkan kepalanya di dadaku dan sesekali mempermainkan
putingku dengan jarinya. Untuk beberapa saat kami kembali terdiam.
“Kang….?” Ani memecah kesunyian.
“Ya?”
“Kamu Jahat. Aku benci sama kamu…..” ucapnya pelan. Aku mendengar isak darinya.
Ku belai rambutnya dengan lembut dan Ani semakin mengeratkan pelukannya.
“Kamu udah bikin aku kaya’ gini, Kang…..Kamu jahat banget….aku
benci…..hiksss….hiksss…..” ucapnya sambil memukul pelan dadaku. Aku terdiam.
Senjataku yang tadi tegang kini telah mulai mengendur. Sepertinya malam ini dia
tidak perlu bekerja. Bercinta seperti ini saja sudah membuatku sangat puas.
Tangisan Ani semakin terdengar…. Pilu dan menyakitkan. Aku menjadi salah
tingkah dalam pelukannya tapi dia tidak menarik dirinya dari pelukanku.
“Aku cinta banget sama Papanya Faqih, Kang…..Aku benci sama kamu…..” ucapnya
pelan.
“AKu benci caramu cium aku. Aku benci caramu menyusuku. Aku benci caramu bikin
Aku orgasme berkali-kali. Aku benciii….”Isaknya memukul-mukul dadaku belan.
“Aku benci saat ini, Kang….keadaan ini, ketelanjangan kita… Sumpah aku benci
banget….” Lanjutnya masih terisak. Aku terdiam mencoba menganalisa ucapannya.
Dia membenci situasi ini, tapi dia begitu menikmatinya. Aku tidak mengerti.
Tetapi aku tetap terdiam hingga kemudian tangisnya perlahan mereda. Dia kembali
memelukku erat. Kakinya di silangkan di kakiku hingga bisa ku rasakan pahaku
menjadi basah ketika bersentuhan dengan vaginanya.
“Aku benci, Kang….kenapa harus kamu yang bisa bikin aku melayang nikmat kaya’
gini….kenapa bukan papanya Faqih aja….” Lanjutnya dengan suara yang sudah
terdengar stabil. Kembali ku kecup kepalanya.
“Emangnya papanya Faqih gak perkasa, ya….?” Tanyaku. Ani mengangkat kepalanya
dan mempelototiku sepertinya dia tidak senang dengan pertanyaanku.
“Enak saja, kamu kang….. Papanya Faqih itu perkasa…..dia juga bisa bikin aku
orgasme dua tiga kali……cuman mainnya aja yang polos…. Kalo sama kamu variasinya
banyak…..dan kamu juga sabar. Kamu gak malu menyusu di dadaku. Papanya Faqih
hanya menyusu sekali ketika asinya Faqih gak lancar. Setelah konsul di dokter,
papanya Faqih yang disuruh nyusu dulu. Itu aja” ucapnya.
“Pantas aja Arni nyusuinnnya lancar. Abisnya aku dari malam pertama udah ambil
jatah minimal sejam sehari ngenyotnya, hehehehe…..” ucapku agak nakal. Ani
mencubit lenganku gemas.
“Kamu juga gak malu main oral sama aku. Sama kamu yang pertama, lho, Kang….
Papanya Faqih pernah mau jilatin punyaku tapi ku larang. Aku malu. Eh…giliran
sama kamu malah sampe digigit segala.”
“Ohhh….jadi GR dehh hehehehe…..” Ujarku. Kami kembali terdiam. Hanya nafas kami
dan detak jam yang terdengar.
“Kang…..”
“Ng”
“Gimana nih…kamu kan belum tuntas” tanyanya.
“Gak Pa pa, kok. bener deh….”
“Tapi aku dak enak sama kamu. Udah dibikin keluar tiga kali tapi belum sempat
ngebales kamu.”
“Gak pa-pa, kok. Kalo emang jodoh, pasti bakalan ada waktu lagi, kok. Nyante
aja”
“Iya….Makasih ya, Kang……”
“Iya, Ni……”
“Met bobo, Kang…..”
“Met bobo juga, Kakak Iparku”
“Iya, adik iparku yang mesum, nakal, cab…..”
“Udaahhhh….udah jam dua lho ini.”
“Iya hehehe….”
Cup…..sekali lagi bibirnya mendarat di keningku, dan lampu tidurpun dimatikan.
********
Aku membuka mataku seiring sensasi
geli-geli nikmat di daerah selangkanganku semakin nyata. Ani yang semalam
tertidur dalam pelukanku kini tidak kudapati lagi. Ku sapukan pandanganku ke
seluruh isi kamar hotel, hingga ku dapati Ani telah berada di sela kakiku
dengan pemandangan yang langsung mengisi tenagaku. Ani sedang sibuk mengulum
senjataku yang seiring bangunku juga sudah mulai menegang maksimal. Aku tidak
percaya Ani melakukan ini, tetapi Mau tidak mau inilah kenyataannya.
“Niii…..Kamu nakall…..” ucapku diantara desah. Ku tatap jam telah menunjukkan
pukul 04.23 berarti kami hanya tidur sekitaran dua jam saja. Ani menatapku
sambil tersenyum tanpa sedikitpun mengendurkan permainannya. Wow…..rupanya Ani
memiliki sisi-sisi binal ang selama ini tertidur, tetapi pada pagi ini, sisi kebinalan
itu telah terpancing.
“Kamu udah bangun, Kang…..?” Tanya Ani setelah melepaskan senjataku dari
mulutnya. Bibirnya yang seksi belepotan liur dan semenku. Luar biasa. Ani lalu
menaikiku dan mengangkangkan kakinya. “Buat bayar hutang semalam…..” bisiknya
sambil menggigit bibir bawahnya.
Perlahan Ani memposisikan batangku dengan celahnya yang sudah sangat becek. Aku
tidak tahu sejak kapan Ani terbangun dan memulai pekerjaannya, dan aku tidak
peduli. Yang ku tahu hanyalah sekarang batangku itu mulai tertelan perlahan
ketika Ani menurunkan pantatnya dengan pelan.
“Uoooowwwwhhh…..Mmmmmm…..Kaanggghhhh…..” Desah Ani perlahan ketika dengan
lancarnya dia memasukkanku ke dalamnya.
“Shhhh……hangat, Ni….” Bisikku.
Ani menunggangiku dan menopangkan kedua tangannya di dadaku. Tubuhnya
melengkung dan kepalanya tertunduk. Perlahan ia mulai menggoyangkan pinggulnya
dengan gerakan memutar. Entah putarannya searah jarum jam atau berlawanankah
aku tidak peduli. Nikmat sekali.
“Ihhhh….Kanggghhhh…… Shhhhhhh…..” Ani mendesis dan mendesah. Dia seperti
seseorang yang baru saja mengunyah cabai seliter. Liurnya menetes dan itu
sangat seksi. Tangannya tidak mau ketinggalan, dia mencubit kedua putingku
dengan gemas.
“Ohhh….pelannn Nii….sakitt nihhh…..”
“Bodo’ amathhhh….Ahhhh…..Sapa suruh udahh…..bikin Anii….binal gini…..Ahhhh……”
racaunya. Ku belai kedua pahanya yang menjepit panggulku dengan lembut dan
sedikit menggaruknya pelan. Ani kelojotan dan gerakannya mulai kacau.
“Bangsatthhhhh…kamu….kanghhh….” racau Ani.
“Kamu juga, Niii….hhhh…..”
“Akuhh…..Kenapahhhh Kangghhh……?”
“Kamu binalhhh……Nakalllhhh….”
“Aaaawwwwkhhhhhh……..ooooohhhhhwwwww……”
Ani mengejang-kejang orgasme. Tubuhnya melengkung dan goyangannya menjad
patah-patah tidak beraturan. Ku rasakan di dalam sana semakin hangat dan basah.
“Akuuhhhh dappetthhh Kanggghhh……” ujar Ani pelan lalu merebahkan tubuhnya di
atas tubuhku. Ku ciumi ubun-ubunya sambil mencoba untuk mengambil alih. Ku
goyangkan pantatku naik turun dengan perlahan untuk memberinya kesempatan
meresapi orgasmenya. “Duhhh….Kanghhh….. “ racaunya. Ku dekap erat punggungnya
lalu mulailah ku sodok dia dari bawah dengan gerakan cepat.
“Kyaaaaaahhhhhhh…..oohhhh….ohhhh….ohhh…..”
Ani menjerit keras ketika ku lancarkan seranganku. Ku atur nafasku dan ku
goyangkan pantatku dengan tempo cepat. Lorong yang licin dan lembab itu terasa
sangat nikmat ketika aku keluar dan masuk dengan cepat. Ku rasakan ada yang
terus merembes keluar dari dalam vagiananya tetapi aku tidak peduli karena yang
penting dia harus mendapatkan kenikmatan maksimal dari ini. Udara yang sejuk
dari AC sudah mulai dikalahkan oleh peluh kami yang kini mulai menetes.
“Iiiiihhhhh…..Kaanggggghhhh…….”
Ani terus meracau tidak karuan di tengah suara kecipak kelamin yang beradu.
Masih ku pertahankan kecepatanku dan ku tingkatkan konsentrasiku. Pola
pernafasanku ku atur sedemikian rupa agar Ani bisa kembali orgasme. Hingga
akhirnya kembali ku rasakan kedutan di dalam sana semakin kencang. Ani akan
segera orgasme, jadi ku kencangkan otot kegelku dan ku tambah kecepatan
goyanganku.
“Aaaaakkhhhhhhhh……..Kaanggghhhhh….mauuhhhh lagggiiii…..Iiiiihhhhh…..”
Ani meracau tidak teratur. Tetapi suaranya yang manja justru semakin
membangkitkan semangatku. Aku mendengus sambil berkonsentrasi mengolah nafasku
dan tetap mempertahankan kecepatanku. Pokoknya Ani harus orgasme lagi. Ani yang
sudah sangat pasrah terus merintih menahan kenikmatan yang terus menderanya.
Akhirnya keteguhan hatikupun terbayarkan. Ani kembali orgasme.
“Kyaaahhhhhh…..Aaaakkkhhhhhhhh…..Kaaannggghhhh…..dapppetthhhh
lagghhiiiihhhh…..”
Ani menjerit menyambut orgasmenya. Ku rasakan banyak sekali basah yang ku
rasakan merembes di dalam sana. Ani lalu bangkit melepaskan dekapku dan
mencabut senjataku bersamaan dengan squirt yang memancar dari dalam celahnya.
“Seerrrrrr…….”
“Ooouuuuggghhhhhh…..Maaf Kaaangggghhhhhh……..”
Ani ambruk di sampingku sementara selimut dan kasur yang kami tempati sudah
mulai lembab. Aku lalu bangkit dan membopong Ani untuk menungging d lantai yang
berlapis karpet tebal dan lembut. Ani yang sudah lemas, pasrah menurut apa
mauku. Dia pun menungging memperlihatkan lubang pantat dan celah vagina yang
bengkak dan becek. Ani yang lemas meletakkan kepalanya di karpet, sehingga
posisinya lebih seperti orang yang bersujud. Ku arahkan senjata kebanggaanku ke
dalamnya. Tanpa banyak rintangan, senjataku menyelinap masuk dengan perlahan.
“Ohhhhh…..Hangatt Nii…..” Racauku.
“Shhhhh…..Kaangggghhhhh…….manntttahhaaappphh…..” balas Ani tetap dalam
posisinya tapi mengangkat pelan jempol kanannya. Pandangaku menyenggol jam
dinding, Sudah pukul 05.20-an. Wah, ini harus cepat diselesaikan, karena jadwal
yang agak padat hari ini. Ku goyangkan senjataku keluar-masuk dalam tempo
sedang, dengan pola empat-satu.
Maaf pemirsa. Pola permainan sex ini adalah istilahku untuk mengistilahkan bentuk “serangan” dalam setiap permainan. Pola empat-satu adalah pola serangan empat kali menusukkan senjata hanya setengahnya dengan lembut lalu dilanjutkan dengan satu kali menghujamkannya dengan keras dan cepat sedalam-dalamnya lalu diulangi lagi dari awal. Pola ini telah terbukti membuat istri saya bisa orgasme dua kali dalam tempo kurang dari sepuluh menit.
“Owwhhhh…..Owwhhhhhh…..Aaaakkkkhhhh……”
Ani menjerit tertahan menghadapi seranganku. Tangannya mencengkram bulu
permukaan karpet. Sepertinya dia tidak menyangka aku akan mengatur genjotanku
sedemikian rupa, tetapi aku tidak peduli. Kini ku cengkram kedua bongkahan
pinggulnya lalu kembali kusodok dia tetapi dengan tempo yang sedikit lebih
cepat dengan pola yang biasanya.
“Aohhhh….Awwhhhh….Kaaanggghhhhh…….”
Ani menjerit, lebih tepatnya merintih. Tubuhnya terlonjak-lonjak menerima
seranganku. Dan kini sudah mulai ku rasakan pangkal pahaku semakin sensitive
dan semakin geli. Rupanya orgasmeku telah mendekat. Aku bisa merasakan senjataku
agak membesar hingga Ani menjerit semakin keras dan intens.
“Kaaanggghhh…..Mauuuhhhh…..Lagiiiii…….”
“Aku jugahh…….”
“Diii dalemm ajjjaahhhhh Kaangggghhhh…..Oooohhhhhh……”
Aku menggeram gemas dan orgasmeku semakin mendekat. Ku rebahkan Ani menelungkup
tanpa menghentikan goyanganku. Ani menurut dan jadilah Ani menelungkup di bawah
tindihanku. Posisi ini membuat celahnya lebih sempit.
“Aaaaakkkkhhhhh……Kaaaanggghhhhhh……”
Ani kejang-kejang. Dia orgasme lagi hingga kejangnya agak mengganggu seranganku,
tapi ku coba untuk tidak menghentikan seranganku karena sebentar lagi ku
rasakan senjataku akan segera meledak. Dan benar saja, orgasmeku meledak di
dalam liang senggamanya.
“Ohhhhhhh…..Aniiiii……….”
Ku tembakkan peluruku entah berapa kali di dalam liangnya dan ku peluk ia dari
belakangnya, hingga kemudian aku lemas dan menindihnya.
“Hhooooohhhhhh……..” Ani menghela nafasnya dengan berat. ku posisikan tubuh kami
berbaring menyamping tanpa melepas peraduan pelaku senggama kami. Ani kini
berbaring miring membelakangiku yang memeluknya. Keringat kami yang bercampur
tidak menjadi masalah lagi. Ku rasakan denyutan di dalam sana masih kencang.
Untuk beberapa menit kami kembali terdiam hingga nafas kami kembali normal.
“Makasih ya, Ni….. Kamu udah bangunin aku…..”
“Iya, Kang….namanya juga bayar hutang hehehe…..”
“Kamu bayar hutang tapi banyakan kamu orgasmenya” kataku mengacak-acak
rambutnya.
“Ihhhh….Akaanggg…..”
“Hehehe….ada yang sewot, rupanya. Mandi, yuk….? Udah telat subuhan nih…”
“Iya, Kang…..”
“Aku cabut ya?”
“Yang pelan ya…..”
“Plop…..cerrrrr….”
“Ahhh….Kang…..banyak nihh....wihhh banjirr....”
“Hehehe….jadi becek, ya?”
“Iyaa....Ihhh….Ayo mandi, Kang. Mau bareng?”
“Mandi sama kamu? Ahh…gak,ah....gak mau. Gak mau nolak hehehehe”
Plak!